Selasa, 19 Maret 2013

Cinta Sejati Seorang Ibu


Cinta Sejati Seorang Ibu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang kearah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga! 
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh." 
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya. 
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka. 
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah. 
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah.Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. 
Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. 
"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?" Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati. 
Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Jumat, 15 Maret 2013

SEJARAH GEREJA BANGLADESH


SEJARAH GEREJA BANGLADESH
Oleh : Chrisnov M. Tarigan Sibero, S.Th

I.                   Pendahuluan
Bangladesh merupakan suatu Negara yang merupakan bagian dari Asia Selatan dekat dengan Pakistan, India dan Myanmar. Negara ini juga sering disebut negara dari anak benua, India.  Hampir 90% penduduk di Bangladesh menganut agama Islam, sisanya kebanyakan agama Hindu sementara penganut agama Kristen hanya sekitar 0.3% dari jumlah penduduk yang ada. Bagaimana sebenarnya pekabaran Injil di Negara ini? Bagaimana keadaan gereja disana?

II.                Pembahasan
2.1.   Gambaran Umum Situasi Sosial, Budaya, Agama dan Politik Sebelum Kekristenan
2.1.1. Kehidupan Masyarakat Tradisional
Bangladesh sangatlah miskin bahkan hingga saat ini negara ini merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Masyarakat hidup tergantung pada pertanian, karena sumber daya alamnya sangat kecil.[1] Makanan pokok masyarakat ini adalah beras. Penduduk negara ini 98% merupakan suku Bengali[2] dan sisanya terdiri dari suku-suku kecil seperti suku Chukma, Marna, Mro dan Tiperra, Garo, dan lain-lain. Dalam masyarakat Bangladesh sejak dahulu sering kali terjadi ketegangan antar etnis atau perselisihan antar suku.[3] Kebanyakan penduduknya tinggal di wilayah pedesaan. Kemiskinan terdapat dimana-mana walau tanahnya cukup subur untuk pertanian. Sistem pertanian masih dilakukan secara tradisional, belum disentuh oleh teknologi. Mereka masih banyak kekurangan bahan pangan. Di samping itu Bangladesh juga menghadapi berbagai masalah kesehatan.[4]
Masyarakat Bangladesh masih merupakan masyarakat yang buta huruf. Masyarakat ini sangat kekurangan akan fasilitas sekolah dan tenaga guru untuk pendidikan. Sejak abad ke-12 hingga ke-13 sudah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Hindu yang mengakibatkan adanya sistem kasta yang ketat dalam masyarakat ini.[5] Dengan adanya sistem kasta ini maka berlaku sistem stratifikasi yang sangat kuat antar masyarakat. Kasta yang paling rendah biasanya ditempatkan di pedesaan dan bekerja sebagai buruh.

2.1.2. Kepercayaan Penduduk
Sebelum Islam datang negara Bangladesh dikuasai oleh penguasa Buddha yang kemudian diperintah oleh penguasa Hindu. Tahun 1637 Islam datang ke tanah anak benua India yaitu Bangladesh dan berkuasa di negara ini. Kekuasaan Islam diperkuat pada tahun 1001 M.[6] Agama Hindu dan Islam sudah berakar sangat kuat di kalangan masyarakat Bangladesh. Hampir keseluruhan masyarakat Bangladesh sudah menganut agama Hindu dan Islam, namun kebanyakan mereka adalah penganut agama Islam (setelah Bangladesh memisahkan diri dari India maka mereka menetapkan bahwa negara ini adalah negara Islam).
   
2.1.3. Kebudayaan Penduduk
Di atas telah dipaparkan bahwa masyarakat Bangladesh sebagian besar terdiri dari suku Bengali. Ciri orang Bengali adalah langsing, berkulit coklat, berperawakan agak pendek, berambut hitam mengkilap dan berparas penuh perasaan. Pakaian tradisional bagi laki-laki adalah “lungi” yang dikenakan di sekeliling pinggang dan dilepas hingga mata kaki atau dilipat hingga di lutut. Wanita biasanya mengenakan sari yang panjang.[7]
Bengali adalah bahasa yang digunakan oleh sebagian besar penduduk Bangladesh dan merupakan bahasa nasional.[8] Sebuah bahasa Indo-Arya yang berasal dari bahasa Sanksekerta (seperti Hindi, Punjabi dan Gujarati) serta beberapa bahasa lainnya. Bahasa ini ditulis mengunakan aksaranya sendiri.[9] Teks tertulis awal dalam bahasa Bengali adalah Charyapada dari abad ke-8. Tradisi musik Bangladesh berdasarkan pada lirik dengan sedikit diiringi instrument. Musik rakyat Bengali sering diiringi dengan “extara”, alat musik dengan satu dawai. Bentuk tarian Bangladesh berasal dari tradisi rakyat dan juga tradisi tari India.[10] Ada kesusastraan masih bersifat keagamaan seperti puji kepada Radha dan Krisna.[11]

2.1.4. Sistem Pemerintahan
Sampai abad ke-2, Bangladesh sudah merupakan bagian dari kerajaan Maurya yang kemudian runtuh pada tahun 185 M. sesudah itu Bangladesh dikuasai oleh raja Lobal. Pada tahun 320-500, negeri ini dikuasai oleh kerajaan Gupta di India yang membawa agama Hindu dan Budha.[12] Sampai abad ke-12 wilayah ini dikuasai oleh kerajaan Hindu-Budha kemudian pada abad ke-13 pengaruh Islam masuk ke wilayah. Pada priode ini Islam tersebar cepat di Bengala sehingga memberi wilayah itu pengaruh Islam yang besar sampai saat ini.[13] Jadi sebelum kekristenan datang sistem pemerintahan wilayah ini  sudah berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja. Awalnya negara Bangladesh ini merupakan bagian dari Pakistan yang juga merupakan bagian dari negara India.[14]

2.2.    Keadaan Geografis
Bangladesh terletak di Delta Sungai Gangga-Brahmaputra. Delta ini terbentuk oleh pertemuan Sungai Gangga (nama setempat Padma atau Pôdda), Brahmaputra (Jamuna atau Jomuna), Meghna, dan anak-anak sungai yang berhubungan dari Himalaya. Tanah aluvial yang diendapkan oleh sungai-sungai itu telah menciptakan daratan yang amat subur.Sebagian besar Bangladesh berada 12 meter di bawah permukaan laut, dan dipercaya sekitar 50% tanah akan banjir jika permukaan laut naik hingga 1 m. Titik tertinggi di Bangladesh berada di pegunungan Mowdok pada ketinggian sekitar 1.052 m (3.451 kaki). Iklim Bangladesh bersifat tropis, dengan musim dingin yang sejuk dari Oktober hingga Maret serta musim panas yang panas dan kering dari Maret hingga Juni. Musim hujan yang hangat dan lembab berlangsung dari Juni ke Oktober dan memasok sebagian besar curah hujan negeri itu. Bencana alam, seperti banjir, siklon tropis, dan badai tornado terjadi hampir tiap tahun, ditambah dengan pengaruh deforestasi, degradasi tanah, dan erosi.[15]

2.3.    Bentuk Pemerintahan Saat Ini
Bangladesh merupakan negara kesatuan yang memiliki sistem pemerintahan demokrasi parlementer. Presiden ialah kepala negara. Kedudukannya banyak diisi dengan menghadiri upacara-upacara kenegaraan. Kendali pemerintahan sesungguhnya dipegang Perdana Menteri, yang merupakan kepala pemerintahan. Presiden dipilih oleh badan legislatif setiap 5 tahun dan memiliki kekuasaan yang normalnya terbatas. Kekuasaan presiden bertambah selama masa jabatan pemerintahan pemelihara.Pemerintahan sementara bertanggung jawab dalam mengendalikan transisi menuju pemerintahan baru. Pejabat pemerintahan sementara haruslah non-partisan dan memiliki waktu tiga bulan untuk menyelesaikan tugasnya. Sistem ini pertama kali dipraktikkan pada 1991 dan dilembagakan pada 1996 sebagai amandemen ke-13 dari konstitusi. Perdana Menteri dipilih melalui upacara pemilihan oleh presiden serta harus menjadi anggota parlemen dan mendapat kepercayaan mayoritas anggota parlemen. Kabinet terdiri atas para menteri yang dipilih oleh Perdana Menteri dan diangkat oleh presiden.[16]

2.4.   Awal Penginjilan dan Sambutan Penduduk Pribumi
Masuknya penginjilan ke Bangladesh tidak terlepas dari masuknya penginjilan di India karena pada awalnya Bangladesh merupakan bagian dari negara India. Pada tahun 1576, misionaris Yesuit telah memasuki wilayah Bengala India setelah sesudah penjelajahan oleh Portugis. Pada dekade-dekade yang berikutnya, ordo Augustinus dan Dominikan juga membuka pelayanan di sana. [17] Para misionaris Gereja Katolik Roma ini bertemu dengan masyarakat yang sudah memeluk agama Islam dan Hindu yang mayoritas di wilayah ini. Namun demikian GKR berusaha menginjili bangsa Moghul, yang dikuasai oleh Kaisar Akhbar. Kedatangan para misionaris ini disambut baik oleh Kaisar Akhbar bahkan mengajak Serikat Yesus yang berpusat di Goa untuk mengutus pekabar Injil untuk mengajarkan iman Katolik di istana. Kaisar Akhbar memberi ijin kepada rakyatnya untuk memeluk agama Kristen, dan sebuah gereja dibangun di Lahore.[18] Namun perlu kita ingat kembali bahwa pada masa ini Islam sudah berkembang dan berakar di wilayah ini sehingga kemungkinan mereka masuk Kristen hanya sedikit. Kekristenan hanya disambut secara baik oleh kasta Hindu yang rendah yang meminta perlindungan tentara Portugis melawan suku-suku tetangga yang beragama Islam.[19]

2.5.   Karya Zending dan Perkembangan Kekristenan
Dua ratus tahun kemudian setelah misi Katolik, misi Protestan masuk ke wilayah Bangladesh , salah satu tokohnya adalah William Carey yang diutus ke India pada tahun 1793 oleh BMS (Baptist Missionary Society) yang merupakan perkumpulan sabagai lembaga pengutus misi ke luar-negeri yang pertama di Inggris. Carey memulai pelayanannya di Benggala dan pos misi BMS pertama didirikan pada tahun 1795 di Dinajpur namun yang menjadi pusat berbagai kegiatan Carey yaitu di Serampore di negara bangian Benggala Barat. Kemudian pada tahun 1816 dibuka pusat misi BMS di Dakka yaitu ibukota dari Bangladesh. Gerakan misi Protestan BMS inilah yang menjadi gerakan misionaris Protestan yang tertua di Bangladesh.[20]

2.5.1. Karya Zending
2.5.1.1.     Bidang Penginjilan
Dalam bidang penginjilan salah satu cara penginjilan yang paling tampak adalah menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Benggali yang dilakukan oleh William Carey. Ia menterjemahkan Alkitab dalam bahasa Benggali selam lima tahun. Sebelumnya misi Katolik yang merupakan misi yang pertama yang datang ke India tidak melakukan penerjemahan terhadap Alkitab ke dalam bahasa setempat. Metode penginjilan yang dilakukan hanya dengan mengajarkan unsur-unsur Kristen yang pelayanan kesehatan. Carey mengabarkan Injil dalam ratusan tulisan Benggala. Pada tahun 1666 diperkirakan ada 33000 penganut Roma Katolik di Benggala, kebanyakan diantara mereka tinggal disekitar tempat-tempat perdagangan yang didirikan bangsa Portugis.
 Carey menganggap penyebaran Alkitab dalam sebanyak mungkin bahasa-bahasa sebagai salah satu azas pokok pengkabaran Injil. Ia melakukan penginjilan dengan cara mempelajari alam pemikiran suku-suku bangsa di Benggala.[21] Selain menterjemahkan Alkitab ia juga secepatnya menahbiskan pendeta pribumi seperti di Serampore yang merupakan pusat pelayanan Baptis ditetapkan seorang yang bernama Ward sebagai pendeta jemaat. Para penginjil yang masuk ke daerah ini menyusaikan diri dengan konteks yang ada di Benggali. Selain dari kaum Baptis Inggris, Australian Baptist Missionary Society juga memulai pelayanan khususnya diantara suku Garo[22] yang animistis di daerah gunung di sepanjang perbatasan dengan Assam pada tahun 1882. Dan hasilnya adalah berdirinya Garo Baptist Union. Selain itu juga kaum Baptist Selandia Baru menjalankan misinya di Bangladesh pada tahun 1886. Jemaat-jemaat yang berbahasa Benggali yang dihasilkan dari pelayanan kaum Baptis dari Australia dan Selandia Baru  tergabung dalam Bangladesh Baptist Union.[23] Para misionaris di Bangladesh menanamkan modal yang besar dalam bidang penerbitan buku-buku Kristiani. Lembaga-lembaga misionaris yang ada aktif menerjemahkan Injil ke bahasa Benggali dan mencetaknya dalam jumlah besar lalu menyebarkannya ke masyarakat secara gratis.[24] Selain dari misionaris Baptis, ada juga badan zending dari Anglikan pada tahun 1805 yaitu dari Church Missionary Society (Anglikan).[25]  Sampai saat ini pengkabaran Injil masih tetap dilakukan di negara Bangladesh. Sejak tahun 1970-1971 pada waktu perhatian dunia terfokus ke Bangladesh menyusul tragedi ganda yakni taufan yang menghancurkan diikuti oleh perang saudara, banyak kelompok yang sebelumnya tidak bekerja di negara tersebut telah mengirimkan tim medis dan pertolongan. Kelompok-kelompok ini termasuk Evangelism Fellowship of India, kaum Mennonite, Bala Keselamatan, World Vision, World Relief Commission of NAE, Medical Assistance Programs, Bible and Medical Missionary Fellowship, dan German Liebenzeller Mission semuanya secara berkelanjutan menyatakan belas kasihan dan keperdulian Kristen.[26]

2.5.1.2.     Bidang Pendidikan
Pada tahun 1819, William Carey mendirikan Serampore Collage, yang kemudian diberi izin resmi oleh raja Denmark.[27] Perguruan ini terus mendidik orang-orang untuk pelayanan bahkan sampai sekarang ini. Perguruan tinggi Serampore ini kemudian di tingkatkan menjadi universitas. Disitu diajarkan teologi Kristen, filsafat India dan ilmu pengetahuan barat. Ia juga mendirikan Horticutural Society (Persekutuan Ilmu Perkebunan) dengan tujuan meningkatkan metode-metode pertanian.[28] Tingkat pendidikan warga Bangladesh amat rendah oleh karena itu missionaris mengetahui bahwa pendidikan dan pengajaran merupakan jalan terbaik untuk mempengaruhi masyarakat. Carey mengajar dalam bahasa Benggali sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat. Ia mengajar selama 30 tahun lamanya.[29]

2.5.1.3.     Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi kegiatan zending tidak terlalu banyak diceritakan oleh berbagai sumber yang kami dapat. Tetapi pada saat Carey di Bangladesh ia mendirikan persekutuan ilmu perkebunan dengan tujuan meningkatkan metode-metode pertanian. Ia mengadakan percobaan dengan tanaman kopi dan tembakau dan gula tebu dan tanaman yang menghasilkan biji-bijian.[30] Inilah mungkin salah satu usaha yang dilakukan zending dalam rangka menambah pendapatan ekonomi.

2.5.1.4.     Bidang Kesehatan
Kesehatan adalah masalah utama di wilayah Banglades bahkan hingga pada saat ini, selain factor kemiskinan yang terjadi juga setelah diteliti saat ini itu dikarenakan kontaminasi air permukaan arsenik yang terkandung di dalam tanah. Misionaris  yang benar-benar dokter datang pertama kali pada abad XIX yaitu Jhon Thomas rekan dari William carey. Para misionaris yang datang memulai pelayanan mereka dengan klinik-klinik kecil dan secara berangsur-angsur beberapa rumah sakit misi yang besar di dirikan di seluruh negri India (Pada masa ini Bangladesh masih merupakan negara bagian India), disusul dengan pusat-pusat pendidikan medis untuk para dokter seperti Vellore. [31]Salah satu badan zending dari Amerika pada tahun 1956 (ABWE) juga melayani kebutuhan medis di daerah yang terabaikan di Selatan perbatasan dengan Burma.[32]

2.5.1.5.     Bidang Budaya/ Adat-Istiadat
Pakar kesusatraan India dinilai Carey sebagai pendiri sastra prosa dalam bahasa Benggali sehari-hari, dibanding dengan puisi yang dikarang sebelumnya yang tidak dapat dimengerti oleh orang biasa.[33] Inilah salah satu pendekatan kebudayaan yang dilakukan oleh carey pada masyarakat Bangladesh. Inilah salah satu kelebihan dari Carey dalam mengabarkan injilnya, bakatnya yang luar biasa di bidang bahasa ia lakukan untuk melakukan pendekatan dari segi budaya Benggali. Dan manurut Carey penelitian buday India merupakan tugas misi yang tidak boleh diabaikan. Salah satu inti pokok kebudayaan Hindu yang sudah tertanam pada masyarakat Banglades adalah sistem kasta. Sistem ini menimbulkan dua pokok persoalan bagi misi Kristen baik Khatolik maupun Protestan yaitu antara ditolak atau dibiarkan pada sistem social saja. Carey sendiri menaggapinya sebagai sistem yang tidak dipisahkan dari agama Hindu. Carey berusaha menyesuaikan dirinya dengan kebudayaan India dalam segal hal yang tidak langsung bertentangan dengan Alkitab. Tetapi dalam hal kasta Carey dengan tegas menuntut agar orang yang baru percaya harus keluar dari kasta.[34]

2.5.2. Dampak Karya Zending
2.5.2.1.     Bidang Kegerejaan dan Kehidupan Rohani
Di bidang kegerejaan dampak yang ditimbulkan dari hasil karya  Zending adalah dibangunnya gereja-gereja di daerah-daerah Bangladesh. Dalam segi kuantitas memang jumlah persenan penduduk Bangladesh yang menganut agama Kristen sangatlah sedikit. Namun tetap saja usaha Zending yang dilakukan ke negara ini menghasilkan beberapa suku di Banglades memilih untuk mengikut Kristus seperti suku Garo. Pada tahun 1999 suku Garo di daerah perbatasan Assam dilaporkan 95% Kristen. Selain itu juga terdapat suku Pankho di daerah pegunungan Chittagong hampir seluruhnya Kristen.[35] Namun secara keseluruhan umat Kristen di Bangladesh hanya sekitar 0,5%. Kemudian hasil karya Zending yang lainnya adalah berdirinya gereja-gereja besar salah satunya adalah Persatuan Baptis Bungalore yang merupakan gereja terbesar di Bangladesh. Satu karya yang paling penting juga adalah Alkitab terjemahan berbahasa Benggali yang merupakan hasil karya dari William Carey. Selain terjemahan Alkitab dalam bahasa Benggali, salah satu yang menjadi hasil karya zending BMS di Bangladesh adalah Baptis Union.[36]

2.5.2.2.     Bidang Sosial-Ekonomi
Di Bangladesh banyak lembaga bantuan sosial bekerja seperti World Vision dan TEAR Fund. Dewan Kristen Nasional mendirikan komisi pembangunan Kristen yang melayani dibidang perikanan, pertenunan dan pertanian, juga Proyek Kesehatan Kristen (PKK) yang mengkoordinir pelayanan medis di desa. Dengan bantuan sosial tersebut dampak yang ditimbulkan umat Kristen yang sangat kecil jumlahnya di negara Bangladesh berusaha menunjukkan kasih Kristus kepada masyarakat luas.[37]

2.5.2.3.     Bidang Pendidikan
Telah kita ketahui bahwa di negara Bangladesh ini orang-orang yang masuk Kristen kebanyakan berasal dari kasta-kasta rendah dan memiliki pendidikan yang sangat rendah. Salah satu karya zending yang paling tampak adalah sekolah yang didirikan oleh William Carey di Serampore yang masih berpengaruh sampai sekarang. Penekanan pendidikan oleh para mesionaris mula-mula di Benggala terlihat dari laporan bahwa 80% orang-orang Kristen di Bangladesh dapat membaca dan menulis.[38] Kemudian pada tahun 1960 juga sudah didirikan sekolah Korespondensi Alkitab di Bangladesh sebagai wadah pelayanan gereja dan misi yang berminat. Sejak 1960 lebih dari 50.000 siswa telah terdaftar mengikuti sekolah tersebut. Sejak kemerdekaan 1971 jumlah orang mendaftar rata-rata 2 kali lipat.[39] Sekarang telah banyak perguruan tinggi Kristen yang dibangun di Bangladesh. Ada sekitar 32.000 sekolah dasar dan menengah di Bangladesh, kurang dari 500 buah di sponsori oleh gereja dan misi.

2.5.2.4.     Bidang Kebudayaan
Dari sumber yang kami dapat mengenai dampak zending dalam bidang kebudayaan tidak terlalu ditampilkan atau diperlihatkan. Akan tetapi perlu kita ingat kembali pada masa William Carey, ia menegaskan atau menentang keras sistem kasta bagi orang-orang Kristen dan orang yang masuk Kristen harus keluar dari kasta. Dengan demikian dengan adanya  ketetapan ini maka budaya kasta dikalangan orang Kristen pastilah tidak berlaku lagi sebab mereka akan keluar dari kasta setelah mereka menjadi orang Kristen. Selain itu munculnya sastra karya dari William Carey mengenai sastra prosa dalam bahasa Bengali sehari-hari menghasilkan karangan-karangan Sastra dalam bahasa Benggali sehari-hari yang mudah untuk dimengerti.

2.5.3. Peran Tokoh Kristen Pribumi
Mengenai tokoh pribumi khususnya di negara Bangladesh tidak dicantumkan dari beberapa sumber yang kami baca. Kemungkinan ini karena dinegara ini persentase jumlah umat Kristen sangat sedikit. Yang kedua kebanyakan orang Kristen di negara Bangladesh berasal dari kasta golongan rendah menurut agama Hindu, oleh karena itu ada kesulitan yang dialami orang-orang Kristen yang sebelum masuk Kristen berasal dari kasta rendah mengabarkan Injil pada mereka yang memiliki kasta yang lebih tinggi. Tokoh-tokoh pribumi yang ada kebanyakan berasal dari India seperti Ibu Teresa yang melakukan penginjilan di wilayah Kalkuta yang berdekatan dengan Bangladesh yang melayani secara khusus untuk orang-orang miskin. Inilah salah satu yang menjadi kelemahan gereja di Bangladesh ialah kurangnya kesaksian dari kaum awam/ pribumi sama dengan India.[40] Penginjilan masih menjadi tanggung jawab dari pekerja purnawaktu. Dan bahkan sampai sekarang penginjilan masih banyak dilakukan dari luar Bangladesh.

2.6.   Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Gerakan Kekristenan
2.6.1. Faktor-faktor Penghambat
Beberapa alasan yang dapat dikemukakan bagi pertumbuhan kekeristenan yang sangat lambat didaerah Bangladesh yaitu:
1.             Perlawanan terhadap Injil oleh agama-agama etnik di Asia. Islam dan Hindu begitu dalam berakar didalam sejarah dan tanah Bangladesh dan menyatakan paling tidak memiliki jumlah penganut 99% dari penduduknya. Walaupun tidak mustahil untuk menyampaikan Injil kepada para pengikut kepercayaan-kepercayaan ini, mereka secara historis adalah orang yang kurang memberikan tanggapan, teristimewa bila mereka menyamakan agama Kristen dengan ideology-ideologi dunia barat atau imperialisme budaya.
2.             Perlawanan dan ketidakacuhan yang nyata dari kaum Muslim dan Hindu terhadap berita Kristen dalam membuat para misionaris mula-mula untuk berkonsentrasi pada pendidikan dengan mengobarkan penginjilan. Lambat laun pendidikan sering kali menjadi pengganti bagi penginjilan. Tetapi biar pun manfaat-manfaat pendidikan itu mungkin sangat diperlukan, pendidikan sebagai alat penginjilan tidak terbukti efektif disana.
3.             Yang menjadi penghalang bagi pertumbuhan agama Kristen di Bangladesh ini adalah masalah kelalaian. Masalah-masalah perlawanan dan tidak adanya respon, digabungkan dengan suasanan yang melemahkan telah membuat kecil hati banyak misionaris-misionaris untuk melanjutkan atau bahkan memulai usaha-usaha penginjilan orang Benggali.[41]

2.6.2. Faktor-faktor Pendorong
Yang menjadi factor-faktor pendukung gereja dapat muncul memulai misinya di Bangladesh antara lain:
1.        Adanya izin yang diberikan oleh Kaisar Akhbar (1556-1605) yang merupakan raja terkemuka yang menguasai kerajaan Mogul Agung di India ketika Bangladesh masih merupakan bagian dari India. Raja ini malah mengundang ordo Yesuit ke istananya, ia memberika izin pemberitaan Injil secara luas. Meskipun ia sendiri tetap menjadi orang Islam.[42] 
2.        Adanya respon dari yang memiliki kasta rendah untuk menerima Injil dan mau menjadi Kristen.
3.        Keadaan masyarakat yang berada di taraf kemiskinan, wilayah yang sering sekali terkena bencana, taraf pendidikan yang sangat rendah dan kesehatan yang rendah menjadi sarana yang bisa dipakai pekabar Injil untuk melakukan pendekatan.

III.             Kesimpulan
Dari apa yang telah kami paparkan mengenai sejarah gereja di Bangladesh diatas maka dapat kita simpulkan bahwa kekeristenan di Bangladesh sangatlah minoritas hal ini disebabkan karena tanggapan atau respon yang kurang dari penduduk asli Bangladesh serta kurangnya pelayanan misi ke negara ini. Sampai saat ini misi penginjilan masih terus berlanjut di negara Bangladesh, banyak badan misi yang sekarang bekerja disana yang disertai dengan pelayanan sosial terhadap penduduk Bangladesh

IV.             Refleksi Teologis
Usaha-usaha zending menyebarkan Injil ke Bangladesh merupakan suatu usaha yang sangat sulit mereka lakukan. Mereka mengabarkan Injil di tengah-tengah penduduk yang sudah sangat terikat dengan agama-agama lain yang sangat berbeda dengan ajaran Kristen. Ini hampir sama dengan kisah Yunus yang mengabarkan firman Allah ke daerah Niniwe yang merupakan wilayah yang menurut kita manusia adalah wilayah yang sedikit kemungkinannya menerima firman Allah. Namun kita lihat walaupun menurut kita pekabaran Injil di Bangladesh itu merupakan suatu hal yang mustahil tetapi zending dan para misionaris tetap melakukan misi Allah ke tengah-tengah bangsa ini. Ini menjadi suatu refleksi bagi kita untuk melihat ternyata masih banyak lahan-lahan penginjilan khususnya di Bangladesh yang belum bisa dijangkau.
 Zending menyadari bahwa Injil merupakan berita keselamatan yang seharusnya di terima oleh semua orang sebagai mana yang menjadi amanat agung Yesus Kristus dalam Matius 28:18-20 untuk mengabarkan Injil kepada semua bangsa. Kita lihat juga William Carey yang bermisi di Bangladesh, dalam menjalankan misinya ia melakukan pendekatan terhadap orang Bangladesh dan melihat budaya mereka. Dari sini tampak bahwa pengkabaran Injil itu bukan merupakan suatu paksaan yang harus dilakukan dengan kekerasan tetapi juga melalui jalan damai dan kasih terhadap sesama.

V.                Daftar Pustaka
Alexander, David E., "The Third World". Natural Disasters. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1999
Barrett, David B., World Christian Encyclopedia, New York: Oxford University Press, 1982
Effendy, Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2000
Hoke, Donald E., Sejarah Gereja Asia Vol.1, Malang: Gandum Mas, 2000
Jones, Lin Osan, Encyclopedi of Religion, London: Gae Cengage, 2005
Karan, P.P., Negara dan Bangsa, Jilid III- Asia, Jakarta: Grolier International, 2002
Lorimer, Lawrence T., Encyclopedia of Knowledge, America: Grolier, 2001
Ruck, Anne, Sejarah Gereja Asia, Jakarta: BPK-GM, 2008
Suyono, Y.Joko, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997
Van den End, Th., Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2008
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009
Wellem, F.D., Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999
Wetzel, Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia, Malang: Gandum Mas, 2000
Wolterbeek, J.D., Gereja di Negeri-negeri Tetangga Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 1959
http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh                                                                                        
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://thejustlife.org/home/2010/02/10/serving-the-garo-tribe-in-bangladesh/



[1] Y.Joko Suyono, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 1997, hlm. 135
[2] Bengali ini yang dahulu disebut suku Bang, diperkirakan sekitar tahun 1000 s.M, mereka didesak keluar dari lembah Gangga bagian atas oleh suku Indo-Arya. Kawasan baru yang diduduki oleh suku Bang ini kemudian dikenal sebagai Benggala. (P.P. Karan, Negara dan Bangsa, Jilid III- Asia, Jakarta: Grolier International, 2002, hlm. 148
[3] http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh
[4] Y.Joko Suyono, Op.cit., hlm. 134
[5] http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh
[6] Mochtar Effendy, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, 2000, hlm. 392
[7] P.P. Karen, Op.cit., hlm. 147
[8] Lawrence T. Lorimer, Encyclopedia of Knowledge, America: Grolier, 2001, hlm. 370
[9] http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh
[10] Ibid
[11] Lin Osan Jones, Encyclopedi of Religion, London: Gae Cengage, 2005, hlm. 826
[12] Y. Joko Suyono, Op,cit., hlm. 135
[13] P.P. Karan, Op.cit.,hlm.149
[14] Pada abad ke-18, ketika wilayah ini dikuasai oleh Inggris, ada gerakan pembebasan atau desakan Liga Muslimin untuk membentuk negara Pakistan yang terpisah dari bagian anak benua India. Mereka mengkhendaki pembentukan negara Islam terpisah dari India. Pada tahun 1947 ketika Inggris member kemerdekaan kepada India dan mendukung Pakistan sebagai negara merdeka wilayah Benggala dibagi dua. Benggala barat menjadi milik India dan Benggala timur menjadi Pakistan Timur. Tetapi pada tahun berikutnya terjadi perang saudara pada 26-Maret-1971, pada masa ini Pakistan Timur menyatakan diri merdeka dengan nama Bangladesh. Y. Joko Suyono, Op,cit., hlm. 135
[15]David E. Alexander, "The Third World". Natural Disasters. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1999, hlm. 532.
[16] http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh
[17] Donald E. Hoke, Sejarah Gereja Asia Vol.1, Malang: Gandum Mas, 2000, hlm.100
[18] Akhbar mempunyai rencana memecahkan persoalan agama dalam negaranya dengan cara menyusun sendiri agama baru yang bersifat sikretitis. Anne Ruck, Sejarah Gereja Asia, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 111
[19] Ibid, hlm. 90
[20] Klaus Wetzel, Kompendium Sejarah Gereja Asia, Malang: Gandum Mas, 2000, hlm. 195-196
[21] Th. Van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 319-320
[22] Komunitas Garo merupakan salah satu suku besar di Bangladesh. Menurut buku-buku sejarah, suku Garo memasuki Bangladesh pada abad pertama. Mereka adalah pengungsi dari Mongolia dan datang ke wilayah ini melalui Tibet.  Para Garo telah tinggal di Bangladesh selama ribuan tahun. Awalnya, mereka mengikuti agama yang bernama Sonatoni, pada masa pemerintahan Inggris di benua ini mereka datang kepada Kristus. Saat ini, hampir 100 persen dari praktek suku Garo Kristen, meskipun beberapa masih percaya Sonatoni. Garo memiliki bahasa mereka sendiri, Achick, yang sangat berbeda dari bahasa lokal, Bengali. Achik memiliki beberapa aksen / cabang seperti Habeng, Attong, dll. Suku Garo juga memiliki budaya sendiri. Pakaian mereka, kebiasaan makanan dan gaya perayaan dapat dengan mudah dibedakan dari Bengali dan suku-suku lainnya. Orang-orang dari suku Garo memiliki fitur yang berbeda dari penduduk asli Bangladesh (Bengali orang). Mereka adalah sedikit lebih pendek dan memiliki kulit yang adil. Mata mereka dan hidung mirip dengan nenek moyang mereka dari Mongolia. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://thejustlife.org/home/2010/02/10/serving-the-garo-tribe-in-bangladesh/
[23] Donald E. Hoke, Op.cit., hlm. 101
[24] http:// id.wikipedia.org/wiki/bangladesh
[25] Lembaga ini didirikan pada tahun 1799 oleh Thomas Scott yang berasal dari gereja Anglikan. Lembaga inilah yang pertama kali membuka pekabaran Injil di Kanada, Selandia Baru, Timur Tengah, Afrika Barat dan Timur dan beberapa tempat di India, Pakistan, Srilanka, Tiongkok Selatan, dan Jepang. Hasil pekerjaannya adalah terbentuknya gereja Anglikan di berbagai wilayah tersebut. F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 58
[26] Donald E. Hoke, Op.cit., hlm. 103
[27] Ibid, hlm. 321
[28] Anne Ruck, Op.cit., hlm. 123
[29] F.D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh Dalam Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm. 74
[30] Anne Ruck, Op.cit., hlm. 122
[31] Donald E. Hoke, Op. Cit., hlm. 324
[32]Ibid., hlm. 101
[33] Anne Ruck, Op.cit., hlm. 122
[34] Ibid., hlm.125
[35] Ibid., hlm. 267
[36] David B. Barrett, World Christian Encyclopedia, New York: Oxford University Press, 1982, p. 165
[37] Anne Ruck, Op.cit., hlm. 268
[38] Donald E. Hoke, Op. Cit., hlm. 86
[39] Ibid, hlm. 88
[40]Ibid, hlm. 284
[41] Donald E. Hoke, Op. Cit., hlm. 85-86
[42] J.D. Wolterbeek, Gereja di Negeri-negeri Tetangga Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 1959, hlm. 26