KEKUDUSAN
(Arti
dan Makna Kekudusan Menurut PL dalam Kaitannya dengan Pola Hidup yang Bersih
bagi umat Kristen)
Oleh : Chrisnov M. Tarigan Sibero, S.Th
I.
Pendahuluan
Kata kudus atau kekudusan sangat sering dipakai
dalam Alkitab, demikian juga dalam Perjanjian Lama. Salah satu ayat yang sangat
popular yaitu “Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” (Im. 19:2b).
Banyak orang memahami bahwa kekudusan dengan sederhana adalah “dipisahkan” atau
“dikhususkan”; kita dipisahkan atau dikhsuskan Allah menjadi umat pilihan-Nya.
Dengan melihat pemahaman yang masih sederhana ini, apakah kekudusan dalam PL
juga memiliki hubungan dengan pola hidup yang bersih? Apakah merupakan sebuah
keharusan bagi kita untuk menjaga pola hidup bersih? Dan seperti apakah pola
hidup bersih yang dimaksudkan?.
II.
Pembahasan
2.1.
Pengertian Kudus (Kekudusan) Dalam Perjanjian Lama
Kekudusan
dalam istilah Ibrani disebut qadosi yang
artinya terpisah, dikhususkan, terpotong dari, dilepaskan seseorang atau benda,
dan dikhususkan bagi Tuhan supaya Tuhan dapat memakainya.[1]
Kadang-kadang qadosi dan qodesi diartikan dengan suci, kalaupun
perbedaan antara kudus dan suci tidaklah gamblang, karena kudus mengacu kepada
kualitas hakiki Tuhan dan manusia sedangkan suci mengacu kepada setiap yang
menjurus kepada kekudusan.[2]
Pengertian
kudus yang berarti dipisahkan mencakup dua hal yakni, dipisahkan dari hal-hal
duniawi yang bertentangan dengan kehendak Allah, dan dikhususkan menjadi milik
sang pembebas yaitu Allah (Im. 19:2).[3]
Kudus (qados), sejak semula diarahkan
untuk bidang keagamaan, misalnya: sebidang tanah, sebuah bangunan, peralatan
dalam tempat ibadah, bahkan seekor kuda juga dapat dianggap kudus sejauh itu
semua dikhususkan untuk maksud keagamaan dan peribadatan.[4]
Namun perasaan mengenai kuasa mengagumkan yang terdapat dalam benda-benda kudus
ini tidak boleh disamakan dengan nilai-nilai moral dan etis. Kudus atau
kekudusan merupakan suatu sifat orang atau sesuatu yang sepenuhnya sesuai
dengan tujuan atau maksud keberadaannya yang bulat dan utuh. Sebenarnya hanya
Allah yang kudus, Ia adalah misteri yang menggetarkan dan menakjubkan. Ia sama
sekali berbeda dengan manusia karena maha kudus (Yes 6:3,5) sekaligus merupakan
sumber kesempurnaan rohani dan moral. Dalam perjanjian Lama yang termasuk ke
dalam hukum kesucian (Imamat 17-26) sehingga ini menjadi pegangan sekaligus
menjadi ajakan bagi orang-orang Israel untuk menjadi Kudus, karena Allah mereka
adalah Allah yang kudus (Im 19:2, 20:26). Selain benda, tempat upacara, kitab
suci, hukum dan perjanjian juga dapat disebut kudus sejauh dikuduskan dan
disucikan bagi Allah.[5]
Tempat
ibadah dikuduskan karena dianggap suci dan keramat. Alat-alat disana juga
disebut kudus, misalnya: piring, mangkuk, bejana, meja, dan itu semua dianggap
kudus dalam Perjanjian Lama karena itu berhubungan dengan ritual menyembah
Tuhan. Bagi bangsa Mesopotamia kata kudus dipakai untuk julukan dewa (allah
kesuburan) dan itu sangat penting dalam kehidupan Mesopotamia.[6]
Bagian tubuh juga disebut kudus, yakni: tangan yang kudus, hati yang kudus.
Bagian tubuh Allah dianggap kudus karena berbeda dan tubuh makhluk hidup dan
memiliki rasa kehormatan. Imam juga disebut kudus karena ia mengambil bagian
dalam bidang ke-Tuhanan. Imam juga disebut kudus karena mereka bernyanyi dengan
keramat, suci dan kudus, ditempat yang kudus.[7]
Penjelasan
lain mengatakan bahwa akar kata קדש qados
kemungkinan
tidak berasal dari Ibrani tetapi dari tradisi Kanaan yang kemudian diambil alih
oleh agama-agama sekitar. Sedangkan dalam bahasa Ibrani asli, kata yang dekat
dengan kudus yaitu kata חרם (haram) artinya “dari apa yang dilarang”. [8]
Ada
beberapa istilah Kekudusan Dalam Perjanjian Lama, yakni:
a).
Kudus atau kekudusan dalam bentuk kata sifat yaitu קָדַשּ atau קֹדֶש
Artinya
suatu peralihan kepada fakta-fakta keagungan atau kekudusan. Kudus mengandung
arti tentang lingkaran suci/keramat, terang dan terpisah dari hal yang kotor.[9] Qodes merupakan suatu kualitas yang
digunakan untuk Tuhan atau memuji Tuhan, contoh: hari yang kudus yaitu sabat
(Yes. 53:13), kata ini terdapat 469 kali dalam PL. Qados menyangkut tentang pribadi yang kudus, pikiran, tempat, atau
waktu yang diabdikan untuk Tuhan dan terdapat sebanyak 127 kali dalam PL.[10] Qados ini juga mengacu kepada pribadi
Tuhan (Kel. 15:11) baik roh-Nya, nama-Nya, perbuatan-Nya (Yes. 52:10),
jalan-Nya (Mzm. 77:1), juga mengacu kepada manusia, imam (Im. 21:6), objek
persembahan (Kel. 29:33) dan persembahan (Kel. 28:38).[11]
Seperti,
Gelar hanya Israel yang kudus, ini menggambarkan supremasi Allah yang melebihi
kesetiaan dan juga kesempurnaan moral (Yes. 30:12). Hanya “Israel yang kudus” ini
merupakan kepercayaan masyarakat terhadap perjuangan Israel ketika Allah
memberikan peradilan dalam peperangan umatNya karena hanya Allah yang kudus.
Orang yang penuh dosa, kesalahan, memandang rendah terhadap Israel yang kudus
(Yes. 1:4, 30:5), oleh karena itu Dia menegur ciptaanNya Israel yang kudus itu
dan menebus Israel keluar dari tanah perbudakan.[12]
b). Kudus atau kekudusan dalam
bentuk kata kerja yaitu קִדַּש (menguduskan)
Dalam
hal ini Allah yang menjadi subjeknya dan terdapat sebanyak 12 kali dalam PL
dimana Allah menunjukkan kekudusan diri-Nya di dalam Israel dan dalam dunia
orang kafir (diluar Israel). Allah menunjukkan kekudusan-Nya sebagai hakim (Im.
10:3; Bil. 20:13) dan memperlihatkan janji-Nya (Yes.5:6), serta memindahkan
status umat dengan membersihkan mereka dari hal-hal yang kotor. Allah membuat
mereka berkembang ke seluruh dunia, dan Dia akan menunjukkan diri-Nya kepada
mereka, kepada semua suku bangsa bahwa hanya Dia yang kudus, sehingga
bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Dia adalah Allah.[13]
Bangsa-bangsa
akan mengetahui Tuhan itu adalah Allah yang kudus. Untuk membawa perseorangan
kepada tempat yang kudus, subjeknya mungkin Allah atau manusia. Allah Israel
adalah kudus (Kel. 31:13), Ia memulihkan Israel menjadi kudus (Ezek. 20:12 ), mengkuduskan
namaNya yang sudah kotor di tengah bangsa-bangsa (Ezek. 36:23). Dalam Kej. 2:3
dikatakan bahwa sabat adalah kudus, Musa (Kel. 19:10), Jos. 7:13, Ay. 1:5, dan
1 Sam. 16:5, menguduskan suatu bangsa atau individu. Salomo juga menguduskan
pertengahan pelataran yang di depan rumah Tuhan (1 Rj. 8:64).[14]
Harun
dan anak-anaknya diminta dalam proses menguduskan, yang mana mereka membawakan
pakaian yang kudus, memberi perminyakan yang kudus, menobatkan dan memakan
persembahan (Kel. 28:3, 41, 29:1, 33, 30:30). Manusia juga bisa menjadi subjek
dalam proses menguduskan diri yang disebut dengan istilah hitqaddesy (הִתקּש)
yang artinya menguduskan diri (Kel. 19:22), terdapat24 x dalam PL, Ini memasuki
kepada suatu tempat kudus yang sudah melewati kesalehan. Perlindungan seseorang
terhadap dirinya, ketika dia sudah mengeluarkan hidupnya dari komunitas yang
tidak bersih atau ketika dia datang untuk bersekutu dengan Allah. Betseba
membersihkan dirinya dari yang tidak bersih sebelum Daud tidur dengannya (2
Sam. 11:4). Imam sudah melindungi diri mereka ketika mereka mendekati Allah
untuk melekukan tugas peribadatan (Kel. 19:22, 1 Kro. 15:12).
Kata
kerja kudus ini merupakan pengabdian, bukan dengan implikasi ibadah sementara,
tapi memindahkan kepada posisi kesalehan, yang mana pengabdian seseorang bukan
untuk yang bersifat exklusive. Fokus dari proses pengabdian ini merupakan
perbuatan untuk menghormati kekudusan Allah (Bil 20:12) yang dipisahkan untuk
maksut keTuhanan.[15]
2.2.
Pengertian Kudus (Kekudusan) dalam Perjanjian Baru
Dalam
pengertian yang sama dengan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (hagios) diartikan dengan memisahkan dan
menjadikan milik Allah. Istilah ini juga menyatakan bahwa Allah adalah
satu-satunya yang kudus (Hos. 11:9, Yoh. 17:11). Namanya harus dikuduskan dalam
arti Allah itu harus diakui sebagai Allah semua manusia (Yes. 6:3; Mat. 6:9).
Selain itu istilah hagios ini adalah
juga menunjukkan sikap kesetiaan manusia terhadap Allah atau keserasian dunia
ciptaan dengan hukum ilahi.[16]
Ada
beberapa Istilah kudus dalam Perjanjian Baru, yakni:
a.
άγίός yang artinya kudus, yang ditahbiskan (kemah suci), bait suci, ruang suci
atau ruang maha suci.[17]άγίός
mempunyai konsep yang sama dengan qados, dan merupakan konsep kultus .Hal ini
diindikasikan dengan kesucian / kesetiaan dan kekuatan untuk pendekatan kepada
Ilahi. Hagios tidak digunakan untuk relasi manusia dalam hubungan kultus, tapi
sejumblah besar peristiwa hagios digunakan pada pribadi dan sangat penting
dalam hubungan dengan Tuhan (Yoh. 17:11, 1 Pet. 1:15).[18] Hagios mempunyai dasar pemikiran yang
sama mengenai keterpisahan dan kesucian terhadap Allah. Kata maha kudus dalam
Kis. 2:27 dan kata kudus dalam Why. 15:4 adalah terjemahan dari kata Yunani
hagios (di tempat lain diterjemahkan suci / saleh), yaitu hubungan yang benar
dengan Allah, mungkin juga dalam pengertian kekasih.[19]
b.
άγίαςω yang artinya menguduskan, mengasingkan, septuaginta menerjemahkan dengan
upacara pendamaian / penebusan (Kel. 29:33, 36). Pengudusan dapat dicapai
dengan praktek kultus (Kel. 19:20, Ul. 5:12), dengan satu subjek dan objek
Ilahi. Hal ini juga dapat dianggap menyangkut penyataan (Kej. 2:3, Kel 19:23).[20]
Subjeknya adalah pribadi, apakah Allah, hakim, bangsa atau umat, tapi Allah
jarang sebagai objek. Objek tersebut kebanyakan Imam, bangsa, tempat kudus
serta bejana yang kudus. Melalui pengudusan mereka dipisahkan dari sifat
duniawi dan najis.
c.
άγίασνος yang artinya pengudusan (menguduskan). Menguduskan disini lebih baik
dari peristiwa pengudusan, karena tindakan menguduskan hanya dapat dilakukan
oleh seorang yang kudus. Tindakan menguduskan diri itu selalu dikerjakan atas
dasar status pengudusan yang dicapai dalam pendamaian (band Why. 22:11).[21]
d. άγίοσυνη yaitu
suatu keadaan kudus, sifat pengudusan / kekudusan yang lebih dari pada tindakan
menguduskan dan merupakan suatu kualitas yang lebih dari pada suatu status.
Dalam Perjanjian Baru hanya Paulus yang memakai kata tersebut (Im. 1:4, 14, 2
Kor. 7:11, 1 Tes. 3:13).
e.
άγίοτης artinya sifat yang kudus, pengudusan, hanya terdapat dalam Ibr. 12:10.[22]
f. άγίοί artinya sifat yang kudus. Kata ini juga
dipakai sebagai petunjuk rasuli bagi orang-orang kudus. Arti utamanya adalah
hubungan dengan pribadi, menggambarkan sifat, terutama sifat seperti Kristus.
Dimana-mana dalam PB ditekankan arti kekudusan secara etis, bertentangan dengan
hal-hal yang kotor. Kekudusan juga merupakan panggilan tertinggi bagi orang
Kristen dan tujuan dari pada hidupnya.
2.3.
Kekudusan Allah dalam Perjanjian Lama
Kudus
menggambarkan transendensi Allah. Yahweh, kerena kekudusan-Nya berdiri
bertentangan dengan ilah-ilah (Kel. 15:11) demikian juga dengan seluruh ciptaan
(Yes. 40:25). Istilah kekudusan juga menunjuk kepada hubungan, dan mengandung
arti ketentuan Allah untuk memelihara kedudukan-Nya sendiri terhadap
makhluk-mahkluk bebas lainnya. Itu adalah pengesahan Allah sendiri, ‘sifat
dalam nama Yahweh menjadikan diri-Nya sendiri ukuran mutlak bagi diri-Nya
sendiri’.[23]
Sifat Allah yang paling khas dalam PL adalah kekudusan-Nya. Walaupun
bangsa-bangsa, benda-benda, dan tempat-tempat disebut kudus, tetapi ini
hanyalah dalam arti “dikhususkan bagi Allah”; sebenarnya hanya Allahlah yang
kudus. Kekudusan itu berarti bahwa Dia betul-betul murni dalam sikap dan
pikiran. [24]
Ketika
makna kudus ini dikaitkan dengan “pemisahan”, maka bila konsep ini dipakai
tentang Allah sendiri, ada dua hal dampaknya: Pertama, Allah terlepas dari oknum-oknum lain; hanyalah Dialah
Allah. Dalam pengertian ini, kekudusan Allah mirip dengan kemuliaan-Nya. Hal
ini diungkapkan dalam penglihatan Yesaya: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta
alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya” (Yes. 6:3). Kedua, yang dimaksud dengan kekudusan Allah dalam pengertian etis
adalah pemisahan diri-Nya dari segala sesuatu yang menentang dan melawan Dia.
Inilah dasar semua perbedaan moral. Yang baik adalah yang dikehendaki Allah;
yang jahat adalah yang menentang dan melawan kehendak-Nya.[25]
Allah yang kudus senang kepada kabaikan dan kebenaran serta membenci yang
segala yang jahat. Benda-benda dan tempat dikatakan kudus bukan karena tempat
tersebut menakutkan tetapi karena Allah sendiri hadir dalam tempat terebut dan
kehadiran Allah berhubungan dengan tempat tersebut. [26]
2.4.
Kekudusan Allah dalam hubungan dengan
umat-Nya
Kekudusan
Allah sangat berhubungan dengan umat yang dipilihNya. Pemilihan/ perjanjian
adalah ungkapan unik tentang kekudusan Allah. Karena Allah kudus maka Allah
juga menuntut umat-Nya untuk hidup kudus (Im. 11:44).[27]Allah
menunjukkan kekudusanNya dalam tindakan-tindakanNya demi keselamatan umat yang
sudah dipilihNya (Bil. 20:13). Dengan alasan ini maka Allah disebut sebagai
yang kudus Israel, karena Israel dikuduskan bagi Allah. Allah yang kudus bagi
Israel terdapat 30 x dalam kitab Yesaya, Maz. 71:22, Yer. 50:29, dsb. Allah
yang kudus merupakan pernyataan dalam sejarah Israel untuk menebus
perbuatan-perbuatan dari AnugrahNya dan menembus kekerasan pengadilanNya.[28]
Dalam
Amos 4:2 di sana dikatakan “Tuhan Allah bersumpah demi kekudusan-Nya” itu
berarti Allah mengangkat sumpah yang paling berat yakni bersumpah demi
hakekat-Nya sendiri.[29]
Kata benda dari kudus juga mengacu kepada Roh Allah dan RohNya juga mengacu
kepada umatNya selama keluaran. Allah membentuk Israel melalui duka cita mereka
ketika mereka memberontak Allah yang kudus, yang datang dengan segala
kesempurnaan dan melebihi dari segalanya. Kekudusan bukan melekat pada ciptaan,
tapi datang dari inisiatif Allah sendiri. Waktu dunia dikuduskan dalam
pengertian terang dipisahkan dari gelap. Allah yang kudus terbebas dari moral
yang tidak sempurna dan kelemahan manusia. Allah yang kudus pada hakekatnya
memanggil umat-Nya juga untuk menjadi kudus. Allah tidak hanya melambangkan
ketuhanan, tapi Allah itu terbebas dari dosa.[30]
Para
nabi memproklamirkan kekudusan sebagai penyataan sendiri oleh Allah, kesaksian
yang Ia terapkan pada diri-Nya sendiri dan segi yang Ia kehendaki supaya
makhluk ciptaan-Nya mengenal Dia demikian. Para nabi menyatakan bahwa Allah
menghendaki untuk mengkomunikasikan kekudusan-Nya kepada makhluk ciptaan-Nya
dan sebaliknya Ia menuntut kesucian dari mereka. Seperti bangsa Israel, dengan
hubungannya dengan Allah, menjadikan Israel satu bangsa yang kudus, dan dalam
pengertian ini mengacu kepada pengungkapan tertinggi hubungan perjanjian Israel
dengan Allah. Dengan pengungkapan kekudusan yang diberikan Allah, menyatakan
supaya mereka dapat menjadi orang yang mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.[31]
Demikianlah
kekudusan Allah menunjukkan kelainan Allah daripada manusia. Akan tetapi pengertian
kudus ini tidak pernah dipisahkan daripada hubungan Allah dengan umat-Nya.
Justru di dalam hubungan Allah dengan umat-Nya itulah Allah tampak sebagai Yang
Kudus, yang tidak dapat bersekutu dengan dosa.[32]
2.4.1.
Kekudusan Allah dan Bangsa Israel
Allah
yang kudus memilih bangsa Israel sehingga Ia mengkhususkan bangsa tersebut dari
yang lain. Bukan karena bangsa lain kurang kudus, atau tidak kudus, melainkan
agar Israel mengembangkan, menjaga dan menampilkan kekudusan-Nya secara khusus.
Israel sendiri dengan demikian juga terus-menerus dikuduskan dalam hubungan
istimewa tersebut.[33]
Dalam kitab Yesaya, Allah sering disebutkan “Yang Mahakudus, Allah Israel”
(5:19; 30:12; 43:3; 55:5) yang menghendaki agar Israel mengubah sikapnya dan
mengikuti tabiat Allah yang diam di tengah-tengah mereka (12:6).[34]
Tidak mengherankan juga kalau kitab Imamat mempunyai tema, “Sebagai umat
perjanjian, Israel harus hidup sebagai bangsa yang kudus, karena Allah adalah
kudus”.[35]
Karena itu, umat Israel menjadi kudus dan mengambil bagian dalam kekudusan
Allah. Dan itulah yang harus diwujudkan dalam hidup sehari-hari. Kekudusan
Allah harus tercermin dalam tata hidup umat-Nya, baik dalam kehidupan para
imam, pemimpin umat, maupun dalam kehidupan umat pada umumnya.[36]
2.4.2.
Kekudusan “Dipisahkan dari Untuk Allah”
Dipisahkan
untuk Allah mensyaratkan adanya pemisahan diri dari kecemaran. Pada umumnya,
dipisahkan untuk Allah mengandung gagasan positif dipersembahkan atau
dikhususkan untuk Allah. Dengan pengertian semacam ini, kemah sembahyang dan
bait suci dikuduskan dengan semua perabotan yang ada didalamnya (Kel. 40:10,
11: Bil. 7:1; II Taw. 7:16). Seseorang dapat menyucikan rumahnya atau sebagian
dari ladangnya (Im. 27:14-16). Allah menguduskan semua anak sulung bangsa Israel untuk diri-Nya sendiri (Kel.
13:2; Bil. 3:13). Bapa menguduskan Anak (Yoh. 10:36) dan Anak menguduskan diri-Nya sendiri (Yoh. 17:19).
Orang-orang Kristen dikuduskan ketika mereka bertobat (1 Kor. 1:2; 1 Petrus 1:2;
Ibr. 10:14). Yeremia dikuduskan sebelum ia lahir (Yer. 1:5), dan Paulus
berbicara soal dirinya yang sudah dipisahkan untuk Allah ketika masih dalam
kandungan ibunya (Gal. 1:15).[37]
Kekudusan
Allah menuntut kekudusan umat-Nya, artinya: umat Allah, yang adalah sekutu
Allah, juga harus hidup terpisah daripada segala dosa, dan mempersembahkan
seluruh hidupnya bagi Allah (Im. 19:2; 1 Ptr. 1:16). Tanpa hidup yang kudus,
tidak mungkin ada persekutuan dengan Allah yang kudus.[38]
2.4.3.
Kekudusan “Dikhususkan untuk Allah”
Dikhususkan
untuk Allah dapat dipahami dengan umat Israel, yang telah dibebaskan dari
perbudakan di Mesir, dikhususkan menjadi milik Sang Pembebas, yaitu Allah (Im.
20:29). Mereka harus hidup sesuai dengan kebiasaan baru yang terikat pada
kehendak Allah yang kudus itu (Im. 19:2). Sanksi dari Allah adalah antara
“patuh” dan “tidak patuh”. Patuh berarti memperoleh berkat, damai sejahtera,
dan kemakmuran (Im. 26:1-13). Tidak patuh berakibat fatal, malapetaka, penyakit
(Im. 26:14-15).[39]
2.4.4.
Hukum Kekudusan
Imamat
17-26, bisa dikatakan sebagai Hukum Kekudusan. Bagian ini merupakan kumpulan
prinsip-prinsip hidup untuk umat Allah yang dipanggil menjadi kudus.[40]
Peraturan dan hukum yang tercantum didalamnya menyangkut seluruh umat. Melalui
ini Allah menetapkan diri-Nya menjadi Allah Israel dan mengangkat Israel
menjadi umat-Nya. Israel yang sudah diangkat menjadi umat Allah dan kini Allah
menunjukkan kepada mereka tata hidup sebagai umat Allah. Bila tata hidup ini
dijalankan, mereka dapat hidup sebagai umat Allah dengan sungguh-sungguh.[41]
2.5.
Umat Kristen dan Kekudusan
2.5.1.
Kekudusan Sebagai Panggilan Orang Percaya
Semua
orang Kristen harus menyakini bahwa sesungguhnya semua orang beriman, tanpa
kecuali dipanggil untuk hidup kudus kepada kesempurnaan kasih. Panggilan untuk
hidup kudus berlaku bagi semua orang percaya yang didasarkan pada karya
pengorbanan Kristus.[42]
Orang Kristen adalah orang-orang yang telah dipanggil Allah untuk hidup kudus.
Semuanya tanpa kecuali, tanpa pembedaan antara kelompok, golongan atau hal-hal
tertentu. Setiap orang Kristen telah dipanggil sekaligus bertanggung-jawab
untuk hidup kudus, hidup menurut Firman, menjadikan Firman itu hidup dalam
kehidupannya sehari-hari. Namun kekudusan itu jangan dianggap sebagai jaminan
memperoleh hidup kekal dan terlebih membawa kesombongan rohani. Tetapi orang
Kristen bertanggung-jawab melaksanakan hidup kudus sebagai respon atas
panggilan keselamatan dan kasih Tuhan yang telah kita terima dalam hidup kita.
Hidup kudus berarti menjadi teladan Allah yaitu mencermin kekudusan-Nya.[43]
2.5.2.
Orang Percaya Hidup Dalam Kekudusan
Ada
beberapa hal yang penting untuk orang percaya hidup di dalam kekudusan, yakni[44]:
1. Karena kita
dipanggil untuk menjadi kudus
Dikatakan
Allah bahwa memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa
yang kudus. Manusia bukan hanya dipanggil tetapi juga dipilih, dikhususkan,
disucikan, dan dipisahkan untuk menjadi suatu umat yang kudus bagi Allah (Kel.
19:6, Im. 20:26, 1 Pet. 2:9).
2. Kita adalah
Bait Allah
Bait
Allah merupakan suatu tempat yang kudus dan hadirat Allah akan hadir di
dalamnya, untuk itulah seharusnya kita memelihara tubuh kita yang merupakan
bait Allah yang hidup, agar selalu suci dan bersih dari segala kenajisan dan
kecemaran.
3. Kita adalah
anak-anakNya
Dalam
Mat. 5:48 dikatakan “karena itu haruslah kamu sempurna”. Alkitab mengatakan
sebagai Anak Allah, kita duduk bersama-sama dengan Tuhan Yesus di surge,
disebelah kanan Allah (Mrk. 16:19). Kekudusan menunjukkan kita sebagai Anak
Allah.
4. Kita adalah
anggota-anggota tubuh-Nya
Dalam
1 Kor. 12:27 “kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah
anggota-Nya” untuk itu sebagai anggota tubuh Kristus kita harus hidup sesuai
dengan kehendak Kristus. Dalam 1 Tes. 4:7 dikatakan Allah memanggil kita bukan
untuk melakukan yang cemar, melainkan apa yang kudus. Manusia bukan hanya
dipanggil tetapi juga dipilih, dikhususkan, disucikan, dan dipisahkan untuk
menjadi suatu umat yang kudus bagi Allah (Kel. 19:6, Im. 20:26, 1 Pet. 2:9).
2.6.
Pola Hidup Bersih
2.6.1. Kebersihan dan Kesahatan Dalam Hidup Manusia[45]
Kehidupan tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan.
Menyia-nyiakan kebersihan dapat menimbulkan bencana dalam kehidupan. Dengan
hidup bersih akan menjadi pangkal kesehatan dan kecerdasan. Seharusnya
hidup dengan lingkungan yang bersih mestinya sudah diajarkan sejak dini agar
kelak dewasa menjadi hal yang terbiasa. Kebersihan sudah menjadi masalah
rutin dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita harus menyadari apa itu
kebersihan. Bersih adalah sesuatu yang bebas dari hal yang kotor. Jadi
benda yang di katakan bersih apabila tidak ada kotoran berupa apa pun. Maka
dari pengertian di atas bisa kita ketahui kebersihan berarti sesuatu hal yang
harus dijaga dan dirawat dari hal-hal yang kotor yang dapat disenangi oleh
kuman serta menjadi sarang penyakit. Sesuatu yang dapat menyebabkan kotor bisa
berasal dari debu, sampah sisa makanan, barang-barang bekas, dan bangkai hewan.
Apabila sumber kotor itu tidak di bersihkan atau di biarkan akan menjadi sarang
dari berbagai penyakit.. Agar itu tidak terjadi maka kita harus terapkan hidup
bersih setiap hari.
Dalam hidup bersih terlebih dahulu yang kita lihat adalah
diri kita sendiri. Apakah diri kita sudah tampil bersih? Orang yang rajin
merawat badan, berpakaian yang bersih akan tercermin juga terhadap
kebersihan rumahnya dan juga lingkungan sekitarnya. Dapat juga dikatakan orang
yang berpenampilan rapi dan bersih. di mana dan kapan pun orang itu
biasanya selalu menerapkan kebersihan. Dan bila orang itu berpenampilan tidak
rapi dan kotor, biasanya rumah dan lingkungannya juga kotor. Untuk membersihkan
badan semua orang pasti mandi yaitu membersihkan tubuh dengan air bersih dan
sabun, mencuci rambut dengan shampo dan menyikat gigi dengan pasta gigi.
Kemudian berpakaian, pakaian yang kita pakai seharusnya bersih dan rapi agar
kita nyaman memakainya. Agar pakaian selalu bersih, sehabis dipakai harus
dicuci dan di setrika. Selain kebersihan penampilan diri yang tdak kalah
penting adalah kebersihan rumah karena manusia untuk bisa bertahan hidup
harus memiliki tempat tinggal yaitu rumah. Kebersihan rumah harus dirawat
dengan cara merapikan dan membersihkan perabotan rumah dari debu, menyapu
lantai ruangan dan dipel, menyapu halaman rumah, dan membuang sampah pada
tempatnya. Merawat rumah agar tetap bersih dan rapi harus dilakukan setiap
hari, sehingga rumah akan menjadi lebih nyaman dan terhindar dari sumber
-sumber penyakit.
2.6.2.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan
atas dasar kesadaran sebagai hasil dari pembelajaran yang menjadikan seseorang
dapat menolong diri sendiri dan berperan
aktif dalam mewujudkan kebersihan dan kesehatan. Sehat adalah suatu keadaan
yang lengkap meliputi kesehjateraan fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata
bebas dari penyakit dan cacat atau kelemahan.[46]
Ciri-ciri
manusia bersih dan sehat adalah:
1.
Adanya peningkatan kemampuan dari
manusia untuk hidup sehat dan bersih
2.
Mampu mengatasi masalah kesehatan
sederhana melalui upaya peningkatan kesehatan (Health promotion), pencegahan
penyakit (Health prevention), Penyembuhan (Curative) dan pemulihan kesehatan
(Rehabilitation Health) terutama untuk ibu dan anak.
3.
Berupaya selalu meningkatkan kesehatan
lingkungan dan kebersihan terutama penyediaan sanitasi dasar yang dikembangkan
dan dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup.
4.
Selalu meningkatkan status gizi berkaitan dengan peningkatan status sosial
ekonomi manusia
5.
Berupaya selalu menurunkan angka
kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit.[47]
2.7.
Kekudusan Menurut PL dalam Kaitannya dengan Pola Hidup yang Bersih bagi umat
Kristen.
Sebagai
orang yang dikuduskan oleh Allah, secara tegas Allah mengatakan supaya setiap
orang harus menunjukkan bahwa dia adalah orang yang sudah dikuduskan. Harus
dinyatakan dalam setiap saat dengan menaati perintah yang diberikan-Nya. Jika
setiap saat umat-Nya menaati perkataan-Nya mereka akan aktif menguduskan
kehadiran Allah ditengah-tengah mereka. Allah akan menguduskan mereka dan umat
itu diberikan kepada Allah yang kudus. Sebagai umat yang menaati perintah
Tuhan, Israel harus bersikap seperti yang Allah lakukan, supaya layak dipanggil
sebagai umat yang kudus, demikianlah juga kita.[48]
Dalam
Perjanjian Lama sifat Allah yang paling khas adalah kekudusan-Nya, Walaupun
bangsa-bangsa dan tempat-tempat disebut kudus, tetapi hanyalah dalam artian
dikhususkan bagi Allah, karena hanya Allah yang kudus (bnd. Yes. 6). Kekudusan
itu berarti bahwa Dia betul-betul murni dalam sikap dan pikiran.[49]
Orang Israel sebagai umat Allah yang harus menjadi bangsa yang kudus selaku
umat Allah dan hal ini harus nyata dalam hidup sehari-hari, dengan menjauhkan
diri dari segala kenajisan. Tahir berarti bersih dari segala dosa. Ketahiran
barulah berarti suci jika hati menggambarkan dan disertai oleh kesucian batin,
disertai oleh hati yang bersih dari dosa. Itulah sebabnya Allah memberikan
berbagai syarat-syarat yang harus diikuti oleh bangsa Israel, jika mereka
hendak hidup dalam persekutuan dengan Allah. Mereka juga dituntut untuk hidup
dalam ketahiran pada kehidupan sehari-hari, misalnya syarat ketahiran jika
terkena kepada mayat (bnd. Bil. 19), dalam persoalan makanan juga mereka diatut
(Bnd. Im. 11 dan Ul. 14:1-21). Alasan syarat-syarat ini diberikan dalam Im.
20:25, 26. Israel adalah umat Allah yang diasingkan dari bangsa-bangsa lain;
pengasingan ini harus nyata dari hal, bahwa bangsa Israel dalam segala hal
melakukan kemauan Allah, taat dan menurut kepada Allah. Dalam hal urusan
kebersihan tubu dari penyakit juga diatur dalam Imamat 13 dan 14, begitu juga
dengan ketahiran dalam hal kelamin Im. 12 dan 15. Dengan syarat-syarat ini orang
Israel harus memperlihatkan, bahwa mereka adalah umat Allah.[50]
Setiap
orang Kristen telah dipanggil sekaligus bertanggung-jawab untuk hidup kudus,
hidup menurut Firman, menjadikan Firman itu hidup dalam kehidupannya
sehari-hari. Kehendak Allah adalah
Firman Allah. Kekudusan yang
dikatakan yakni supaya batin dan hidup manusia berkeadaan kudus yang akan terlihat dari
kehidupan sehari-hari. Kita juga dapat melihat bahwa kekudusan
terlihat dalam aspek rohani dan juga aspek jasmani. Kekudusan Allah menuntut kekudusan
umat-Nya, artinya: umat Allah, yang adalah sekutu Allah, juga harus hidup
terpisah daripada segala dosa, dan mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Allah
(Im. 19:2; 1 Ptr. 1:16).[51]
Kekudusan dalam aspek jasmani, seperti hidup bersih, pemakaiannya juga secara
jasmani dan rohani. Kebersihan jasmani sangat dihargai di negeri-negeri yang
disebut Alkitab. Imam-imam Mesir mandi dua kali tiap hari, dan dua kali tiap
malam. Kebersihan dituntut juga dalam kehidupan masyarakat Israel. Hukum yang
mengenai kebersihan[52]
diikuti oleh orang yang setia dalam
menghampiri Allah. Dalam menghampiri dan berjumpa dengan Allah, kebersihan juga
merupakan hal yang sangat penting (Kel. 19:10; 30:18-21; Yos. 3:5).[53] Kebersihan
dalam pengertian keseluruhan merupakan bagian kekudusan secara jasmani.
Kehidupan manusia yang sudah dikuduskan oleh Allah, bersifat holistik pada
hidup manusia, baik rohani dan jasmani. Kekudusan yang sudah menjadi bagian
dari diri manusia harus dinyatakan dalam kehidupan ini termasuk didalam menjaga
dan menciptakan pola hidup yang bersih.
III.
Kesimpulan
Kekudusan
merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan orang Kristen yang percaya
kepada Allah. Allah yang maha kudus, menguduskan umatnya. Kekudusan Allah
sangat berhubungan dengan umat yang dipilihNya. Pemilihan/ perjanjian adalah
ungkapan unik tentang kekudusan Allah. Karena Allah kudus maka Allah juga
menuntut umat-Nya untuk hidup kudus (Im. 11:44). Allah menunjukkan kekudusanNya
dalam tindakan-tindakanNya demi keselamatan umat yang sudah dipilihNya (Bil.
20:13). Kekudusan Allah menuntut kekudusan umat-Nya, artinya: umat Allah, yang
adalah sekutu Allah, juga harus hidup terpisah daripada segala dosa, dan
mempersembahkan seluruh hidupnya bagi Allah. Kita juga dapat melihat bahwa
kekudusan terlihat dalam aspek rohani dan juga aspek jasmani. Hidup bersih juga
dalam artian rohani dan jasmani. Dalam hal jasmani, hidup yang bersih menjadi
bagian didalamnya. Sehingga kekudusan yang kita pahami, didalam diri kita
haruslah mencakup secara keseluruhan akan keberadaan kita.
IV.
Daftra Pustaka
A. Van Gemeran, Willem(ed), New International Dictionary Of The Old Testament Theologi &
Exegetis Vol. 3, America: Paternoster Press, 2002
Baker, David L., Mari
Mengenal Perjanjian Lama, Jakarta: BPK-GM, 2002
Baker,
F.L., Sejarah Kerajaan Allah I, Jakarta:
BPK-GM, 2007
Darmawijaya,
SJ, Selak Beluk Kitab Suci, Yogyakarta:
Kanisius, 2009
Davidson, Robert, Alkitab Berbicara, Jakarta: BPK-GM, 2001
Defour, Xaper Leon, Ensiklopedia Perjanjian Baru Jilid II, Yogyakarta: Kanisius
Dyrness, William, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama, Malang: Gandum Mas, 2004
Feinberg,
C.L., Najis dan Tahir dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid II M-Z,
Jakarta: YKBK/OMF, 2007
Finlayson, R.A., Kudus
dalam Ensiklopedia Alkitab Jilid I, J.D. Douglas, Jakarta: YKBK, 1992
Guthrie, Donald, Teologi
Perjanjian Baru-I, Jakarta: BPK-GM, 1995
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2012
Hidayat,
Aziz A., Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta:
Kedokteran EGC, 2002
Kittle, Gerhard, dkk (ed.), Theological Dictionary Old The Testament Vol.1, Michigan: Eerdmans
Publishing, 1993
Lassor, W.S. & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK-GM, 2005
Ludji,
Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama
1, Bandung: Bina Media Informasi, 2009
Mackintosh, C. H., Notes On The Book Of Leviticus, New York: : Loizeaux Brother, 1959
Marsunu,
Seto, Allah Leluhur Kami (Tema-Tema
Teologis Taurat), Yogyakarta: Kanisius, 2008
Milne, Bruce, Mengenali
Kebenaran, Jakarta: BPK-GM, 2009
Moloney, F.J., Menjadi
Murid dan Nabi, Model Hidup Religius Menurut Kitab Suci, Yogyakarta:
Kanisius, 1998
Mubarak,
Wahit Iqbal, Pengantar Keperawatan
Komunitas, Jakarta: Sagung Seto, 2005
Naude, Jackie A., dalam Dictionary Of Old Testament Theology & Ekesegesis, Paternoster
Press, 1996
O’Collins, Gerald, SJ & Edward G. Farnugia. SJ, Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius,
1996
Roberts, Roger, Hidup
Suci (Panggilan Bagi Setiap Orang Percaya), Bandung: Yayasan Baptis
Indonesia, 2000
Susanto, Hasan, Konkordansi
Perjanjian Baru Jilid II, Jakarta: LAI, 2003
Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas, 2000
Vriezen,
Th. C., Agama Israel Kuno, Jakarta:
BPK-GM, 2003
Weiser, Artur, Old
Testament Library, Street London: SCM Press LTD Blommsbury, 1962
Westermann, Ernest Jenni Claus, Theological Lexicon Of The Old Testament Vol. 3, America:
Hendrickson Publisher, 1997
Wolf, Herbert, Pengenalan Pentateukh, Malang: Gandum
Mas, 2004
Wright, Christoper, Hidup sebagai Umat Allah, Jakarta: BPK-GM, 2007
[1] Jackie A. Naude, dalam Dictionary Of Old Testament Theology &
Ekesegesis, Paternoster Press, 1996, p.877
[2] R.A. Finlayson, Kudus dalam Ensiklopedia Alkitab Jilid I,
J.D. Douglas, Jakarta: YKBK, 1992,
hlm. 617
[3] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama, Jakarta:
BPK-GM, 2002, hlm. 37
[4] W.S. Lassor & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta:
BPK-GM, 2005, hlm. 215
[5] Gerald O’Collins, SJ &
Edward G. Farnugia. SJ, Kamus Teologi,
Yogyakarta: Kanisius, 1996, hlm. 174
[6] Willem A. Van Gemeran (ed), New International Dictionary Of The Old
Testament Theologi & Exegetis Vol. 3, America: Paternoster Press, 2002,
p. 877
[7] Ibid, hlm. 878
[8] Gerhard Kittle, dkk (ed.), Theological Dictionary Old The Testament
Vol.1, Michigan: Eerdmans Publishing, 1993, hlm. 89
[9] Willem A. Van Gemeran (ed), Op.cit., hlm. 883
[10] Ernest Jenni Claus Westermann, Theological Lexicon Of The Old Testament
Vol. 3, America: Hendrickson Publisher, 1997, p.1106
[11] Willem A. Van Gemeran (ed), Op.cit., hlm. 879
[12] Christoper Wright, Hidup sebagai Umat Allah, Jakarta:
BPK-GM, 2007, hlm. 112
[13] Willem A. Van Gemeran (ed), Op.cit., hlm. 884
[14] Ibid, p. 884
[15] Ibid, p. 886
[16] Xaper Leon Defour, Ensiklopedia Perjanjian Baru Jilid II, Yogyakarta:
Kanisius, hlm. 511
[17] Hasan Susanto, Konkordansi Perjanjian Baru Jilid II,
Jakarta: LAI, 2003, hlm. 11
[18] Ibid, hlm. 12
[19]R.A. Finlayson, Kudus dalam Ensiklopedia Alkitab Jilid I,
Op.Cit., hlm. 617
[20] Hasan Susanto, Op.Cit.,
hlm. 12
[21] Ibid, hlm. 13
[22] Ibid, hlm. 12
[23] R.A. Finlayson, Kudus dalam Ensiklopedia Alkitab Jilid I,
Op.cit., hlm. 617
[24] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru-I, Jakarta:
BPK-GM, 1995, hlm. 77
[25] Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, Jakarta: BPK-GM,
2009, hlm. 97-98
[26] William Dyrness, Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama,
Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 36
[27] Herbert Wolf, Pengenalan
Pentateukh, Malang: Gandum Mas, 2004, hlm. 26
[28] Artur Weiser, Old Testament Library, Street London:
SCM Press LTD Blommsbury, 1962, p. 640
[29] Robert Davidson, Alkitab Berbicara, Jakarta: BPK-GM,
2001, hlm. 42
[30] Willem A. Van Gemeren (Ed), Op. Cit, p. 884
[31] R.A. Finlayson, Kudus dalam Ensiklopedia Alkitab Jilid I,
Op.cit., hlm. 617
[32] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2012 hlm.
91
[33] Darmawijaya, Selak Beluk Kitab Suci, Yogyakarta:
Kanisius, 2009, hlm. 94
[34] Bruce Milne, Op. Cit., hlm. 98
[35] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 1,
Bandung: Bina Media Informasi, 2009, hlm. 93
[36] Seto Marsunu, Allah Leluhur Kami (Tema-Tema Teologis
Taurat), Yogyakarta: Kanisius, 2008 ,Hal. 74
[37] Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas,
2000, hlm. 442-443
[38] Harun Hadiwijono, Op.cit., hlm. 91
[39] David L. Baker, Op. Cit., hlm. 38
[40] W.S. Lassor & F.W. Bush, Op. Cit., hlm. 223
[41] Seto Marsunu, Op. Cit., hlm. 72-73
[42] F.J. Moloney, Menjadi Murid dan Nabi, Model Hidup Religius
Menurut Kitab Suci, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hlm. 11-12
[43] Roger Roberts, Hidup Suci (Panggilan Bagi Setiap Orang
Percaya), Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 2000, hlm. 15-26
[44] Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, Jakarta: BPK-GM,
2003, hlm. 20
[45] Aziz A. Hidayat, Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta:
Kedokteran EGC, 2002, hlm. 23
[46] Wahit Iqbal Mubarak, Pengantar Keperawatan Komunitas,
Jakarta: Sagung Seto, 2005, hlm. 23
[47] Ibid, hlm. 24
[48] C. H. Mackintosh, Notes On The Book Of Leviticus, New
York: : Loizeaux Brother, 1959, p. 307
[49] Donald Guthrie, Op. Cit., hlm. 77
[50] F.L. Baker, Sejarah Kerajaan Allah I, Jakarta: BPK-GM, 2007, hlm. 370
[51] Harun Hadiwijono, Op.cit., hlm. 91
[52] Dalam pentahiran, cara yang
biasa dilakukan ialah mandi dan mencuci pakaian (Im. 15:8, 10-11). Pentahiran
dapat bersifat jasmani (Yer. 4:11) dan juga rohani untuk menebus dosa (Bil.
35:33). C.L. Feinberg, Najis dan Tahir
dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini
Jilid II M-Z, Jakarta: YKBK/OMF, 2007, hlm. 121
[53] Ibid, hlm. 120-121
Hi admin, maaf sebelumnya. Ini kok saya tidak menemukan adanya ayat imamat 20:29 ya?
BalasHapusHi admin, maaf sebelumnya. Ini kok saya tidak menemukan adanya ayat imamat 20:29 ya?
BalasHapusTerima kasih atas koreksinya
BalasHapusImamat 19:2
Terima kasih atas share-nya ya sangat memberkati aku. GBU
BalasHapusTerimakasih atas penjabaran yg sangat jelas dan biarlah nama Tuhan semakin ditinggikan.Terus berkarya untuk kemuliaanNya ya. Jbu.
BalasHapusAmin,,,,Haleluya
BalasHapusTerima kasih utk sharingnya Tuhan Yesus memberkati