HUBUNGAN
IMAN DENGAN KASIH (1 Kor.13:13)
MENURUT TEOLOGIA PAULUS
Oleh : Chrisnov M. Tarigan
I.
Pendahuluan
Iman
dan kasih merupakan suatu hal yang sangat berkaitan erat dengan umat Kristen,
dan menjadi dasar dari segala hal yang diajarkan Alkitab, Yesus Kristus dan
Para Rasul. Namun penulis melihat dari realita sekarang dalam jemaat Kristen,
mengenai iman dan kasih, terkesan dua hal yang terpisah bahkan kontradiktif.
Iman merupakan bagian tersendiri dan kasih juga merupakan bagian yang lain, dan
keduanya terkesan sangat sulit untuk dihubungkan. Selain itu, penulis juga melihat
terkesan perbedaan dalam Alkitab mengenai iman dan kasih, yakni:
-
Iman : “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup damai dalam
damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”. (Rom.
5:1)
-
Kasih : “Demikianlah
tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling
besar di antaranya ialah kasih”. (1 Kor, 13:13)
Dari penjelasan nats diatas terkesan
tidak ada ketetapan yang pas mengenai kebenaran dan keselamatan, apakah oleh
iman atau kasih?. Sehingga penulis melihat pasti ada hubungan antara iman dan
kasih yang ingin disampaikan kepada kita. Sehingga dalam tulisan ini penulis
mencoba melihat hubungan iman dan kasih menurut teologia Paulus.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Iman dan Kasih
Menurut
KBBI, iman diartikan dengan kepercayaan, keyakinan kepada Allah, ketetapan
hati, keteguhan hati, keseimbangan batin.[1]
Sedangkan menurut L.L. Morris, iman dalam Perjanjian Baru adalah sikap yang
didalamnya seseorang melepaskan andalan pada segala usahanya sendiri untuk
mendapat keselamatan, entah itu kebajikan, kebaikan susila atau apa saja,
kemudian sepenuhnya mengandalkan Yesus Kristus, dan mengharap hanya dari Dia
segala sesuatu yang dimaksud dengan keselamatan.[2]
Menurut
Hamzah Ahmad, kasih adalah perasaan iba, perasaan sayang, atau perasaan
kasihan.[3] Kata paling umum untuk semua bentuk kasih
dalam PB adalah agape, agapao. Dalam
pemunculannya, yang begitu sedikit, kata itu berarti kasih yang paling tinggi
dan paling mulia, yang melihat suatu nalai tak terbatas pada objek kasihnya.[4]
2.2.
Iman menurut Teologia Paulus
Iman
berasal dari Tuhan Allah. Didalam Efesus 2:8, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan
hasil usahamu tetapi pemberian Allah”. Secara jelas dikatakan Paulus bahwa kita
diselamatkan oleh karena anugerah dan melalui iman. Tuhan Allah menurunkan
anugerahNya kepada manusia dan manusia menerima anugerah itu menyatakan iman.[5]
Beriman
kepada Yesus Kristus berarti hidup dalam persekutuan dengan Kristus. Dalam
Galatia 2:19,20, Rasul Paulus berkata, bahwa karena persekutuannya dengan
Kristus ia telah disalibkan dengan Kristus, dan sekalipun dia hidup, namun
bukan lagi dia sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup didalam dia.
Mengenai hidupnya yang sekarang ia hidupi di dalam daging, Paulus bersaksi,
bahwa hidup itu adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah, yang telah mengasihi
dia dan menyerahkan diriNya untuk dia. Kata-kata Paulus ini menunjukkan bahwa
karena iman, Kristus telah berdiam di dalam hidupnya dan bahwa selanjutnya
Paulus juga berada di dalam Kristus. Oleh karena itu orang yang beriman bukan
bersandar pada dirinya sendiri, sebab “aku”nya
telah ditundukkan oleh Kristus dan Kristus telah menjadi Rajanya. Itulah
sebabnya maka dalam 2 Kor. 13:5, Rasul Paulus berkata, bahwa tetap tegak di
dalam iman sejajar dengan “Yesus Kristus
ada di dalam orang beriman”.[6]
Bagi
Paulus, iman adalah sikap khas Kristen (Rom.1:16) dan menekankan bahwa manusia
dibenarkan oleh iman (Rom.5:1). Doktrin pembenaran oleh iman adalah pusat
pemberitaan Paulus. Hal lain dalam teologi Paulus ialah peranan Roh Kudus yang
begitu luas dan mencolok. Paulus berpendapat bahwa semua orang Kristen didiami
oleh Roh Kudus (Rom.8:9,14) dan hal ini dia hubungkan juga dengan iman.[7]
Iman adalah cara bereksistensi dari hidup yang baru oleh karena Roh, artinya
hidup yang baru dikuasai Roh Kudus itu adalah hidup dalam iman. Hidup dari iman
berarti hidup dalam persekutuan dengan Kristus, sedangkan hidup di dalam
persekutuan Kristus sama artinya dengan hidup dalam persekutuan Roh Kudus. Oleh
karena iman adalah cara bereksistensi dari hidup yang baru yang dikuasai Roh
Kudus, maka di dalam iman itu terdapat tiga unsur yaitu:
·
Unsur ketaatan, dalam Rom, 1:5, Paulus
berkata bahwa ia dipanggil menjadi rasul untuk menuntun semua bangsa supaya
mereka percaya dan taat kepada nama Tuhan Yesus Kristus (bnd. Rom. 16:26).
·
Unsur pengatahuan. Iman mengandaikan
adanya pengetahuan yang menjadi alasannya dan yang menjadi sumber kekuatannya.
Dalam 1 Kor.1:30 disebutkan bahwa Kristus telah menjadi hikmat bagi kita oleh
Allah. Bahkan iman sendiri adalah pengetahuan dan hikmat (Flp.3:8). Pengetahuan
memang menjadi dasar, motif iman. Oleh karena itu maka iman dipandang sebagai
suatu tindakan yang penuh kesadaran, berarah serta penuh keyakinan.
·
Mempercayai, mengandalkan. Sebab iman
bukan hanya soal akal, melainkan soal keseluruhan kehidupan manusia. Menurut
Rom.10:9, iman adalah soal hati, soal inti manusia. Orang yang beriman
mempercayai segala janji dan kuasa Allah (bnd. Rom.4:11, 17-21), tidak
menyandarkna diri kepada perkara duniawi serta amal-amal manusia, melainkan
menyerahkan dirinya secara mutlak kepada karunia Allah.[8]
2.3.
Hubungan Iman dengan Kasih (1 Kor.13:13)
Iman
adalah tanggapan manusia atas kasih karunia Allah (Rom.5:2; 10:9; Ef.2:8). Iman
ini adalah pemberian Allah. Paulus mencoba untuk menunjukkan bahwa perkataan
“iman” tidak dimaksudkan untuk
menyatakan suatu tindakan bebas pada pihak orang percaya (lih, 2 Kor.4:13; Flp. 1:29).[9] Iman
“bekerja oleh kasih” (Gal.5:6). C.A. Scott mengatakan bahwa mulai dari saat
iman bekerja, suatu transformasi pandangan etis secara ideal sudah ada disana.[10]
Dimana
ada iman disitu pula ada kasih, pertobatan, kepatuhan doa dan perbuatan.
Menusia memperoleh kehidupan tanpa perbuatan, hanya oleh iman, namun hubungan
kepercayaan berdasarkan pembenaran itu tidak pernah tanpa kasih, maka karya
atau perbuatan-perbuatanlah (kasih) yang menyatakan kepercayaan atau iman kita
(Rom. 6:22; 7:4; 1 Kor. 13:2, Gal. 5:6). Ketika orang yang dibenarkan hidup
dalam Kristus dan berbuat kasih sesuai dengan apa yang diterimanya maka ia akan
menghasilkan buah yang baik.[11]
Dalam hal ini kita melihat bahwa bukan ketika kita melakukan perbuatan baik,
maka kita akan mempunyai iman yang benar, tetapi sebaliknya bahwa dengan
perbuatan baik yang kita lakukan itu adalah buah dari iman kita.
Dalam
1 Kor. 13:13, kasih bersatu dengan iman dan pengharapan sebagai karunia Roh Kudus. Kasih itu bukan suatu
kasih usaha manusia, dan oleh karena itu bukan alasan untuk membanggakan diri
(1 Kor. 13:4). Pengorbanan Kristus di salib adakah tanda tertinggi dari kasih
Allah (Rom. 8:39). Oleh karena itu, gaya hidup Kristen harus berteladan kepadaNya
(1 Kor.11:1). Kasih adalah buah iman
dan mencakup kepedulian khusus bagi anggota persekutuan yang lebih lemah (1
Kor. 8:11-12).
III.
Refleksi
Manusia
adalah ciptaan Allah, dan ketika manusia tidak memiliki sikap kasih kepada
sesamanya manusia, maka ia tidak mengasihi ciptaan Allah. Kita beriman kepada
Yesus, berarti kita juga beriman kepada karya-karyaNya, dan didalam
karya-karyaNya tersebuat banyak hal yang berunsurkan dengan kasih, sehingga
kita pun harus juga menerapkan unsur kasih ini dalam kehidupan. Kasih bersatu dengan iman dan pengharapan sebagai
karunia Roh Kudus dan kasih adalah buah dari iman.
Dalam
kehidupan kita sehari-hari mungkin kita semua belum mampu mengasihi sesama kita
manusia, atau mungkin kita juga belum mampu mengasihi diri kita sendiri. Dari
penjelasan diatas, sangat perlu membangun dan mempertumbuhkan iman kita. Namun,
selain itu sangat perlu juga kita mengaplikasikan apa yang kita imani dalam
kehidupan kita, sehingga iman tersebut dapat menjadi buah-buah iman, dan
buah-buah iman akan terkadung dalam satu kata yaitu kasih. Sehingga tepatlah
bahwa orang yang beriman adalah orang yang menerapkan kasih dalam setiap
seluk-beluk kehidupannya.
IV.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa iman adalah sikap khas Kristen
(Rom.1:16) dan menekankan bahwa manusia dibenarkan oleh iman (Rom.5:1). Doktrin
pembenaran oleh iman adalah pusat pemberitaan Paulus. Namun kepercayaan iman
yang berdasarkan pembenaran itu tidak pernah tanpa kasih, maka karya atau
perbuatan-perbuatanlah (kasih) yang menyatakan kepercayaan atau iman kita (Rom.
6:22; 7:4; 1 Kor. 13:2, Gal. 5:6). Pengorbanan Kristus di salib adakah tanda
tertinggi dari kasih Allah (Rom. 8:39). Oleh karena itu, gaya hidup Kristen
harus berteladan kepadaNya (1 Kor.11:1). Bukan ketika kita melakukan perbuatan
baik, maka kita akan mempunyai iman yang benar, tetapi sebaliknya bahwa dengan
perbuatan baik yang kita lakukan itu adalah buah dari iman kita.
V.
Daftar
Pustaka
Ahmad, Hamzah, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Surabaya:
Fajar Mulya, 1995
Becker, Dieter, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK-GM, 1996
Falmer¸
F.H. “ Kasih, Kekasih” dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2006
Morris,
L.L., “Iman” dalam Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini, Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007
Poerwadarminta, W.J.S.,
Kamus Besar Bahasa Indonesia¸Jakarta:
Balai Pustaka, 1988
Scott, C.A., Christianity According to St. Paul
Stringer,
J.H. “Kasih Karunia” dalam Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007
Verkuyl, J., Aku Percaya, Jakarta: BPK-GM, 1999
[1] W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa
Indonesia¸Jakarta: Balai Pustaka, 1988, hlm. 372
[2] L.L. Morris, “Iman” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,
Jilid I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007, hlm. 431
[3] Hamzah Ahmad, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Surabaya:
Fajar Mulya, 1995, hlm. 190
[4] F.H. Falmer¸ “ Kasih, Kekasih” dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini, Jilid I (A-L), Op.cit., hlm. 525
[6] Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta:
BPK-GM, 2006, hlm. 404
[7] L.L. Morris, “Iman” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini,
Jilid I (A-L), Op.cit., hlm. 432
[8] J. Verkuyl, Aku Percaya, Jakarta: BPK-GM, 1999, hlm.
177-179
[9] J.H. Stringer, “Kasih Karunia” dalam Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini, Jilid I (A-L), Op.cit., hlm. 527
[10] C.A. Scott, Christianity According to St. Paul, hlm.
111
[11]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, Jakarta:
BPK-GM, 1996, hlm. 148
Tidak ada komentar:
Posting Komentar