MENGENALI HAKEKAT TUJUH JEMAAT DALAM WAHYU
Oleh : Chrisnov M.
Tarigan, S.Th
I.
Pendahuluan
Tak dapat
disangkal, Kitab Wahyu jarang dibaca dan kurang dimengerti oleh orang Kristen.
Semua penafsir besar pada masa lampau merasa sulit memahaminya. Luther memandang
Kitab Wahyu sebagai karya yang menyebalkan, dengan sedikit sekali keterangan
tentang Kristus dan Calvin juga sangat menyangsikan nilainya. Banyak pembaca modern
memiliki pandangan yang sama, dan menganggap pemberitaannya sebagai kemuduran
ke jalan pemikiran Yahudi yang terburuk, yang berarti penyangkalan terhadap
pemberitaan Yesus sendiri.[1]
Sehingga sangat diperlukan penggalian yang dalam untuk memahami Kitab Wahyu,
dan pada saat ini kita juga akan mencoba mengenali hakekat tujuh jemaat dalam
Wahyu.
II.
Pembahasan
2.1.
Kitab
Wahyu
Jika kita
meninjau Kitab Wahyu[2]
secara seksama, jelas terlihat bahwa
penulisnya berpegang pada penekanan Kristiani yang positif tentang
keterlibatan Allah dalam urusan-urusan manusia. Walaupun bahasa dan
gambar-gambar yang dipergunakannya berbentuk apokaliptik, pemberitaannya
mempunyai penekanan yang sifatnya khusus Kristiani.[3]
Penerima kitab ini adalah ketujuh jemaat yang ada di Asia Kecil (1:4). Pada
bagian selanjutnya masih ditujukan surat tersendiri kepada masing-masing;
dengan demikian kita mengetahui namanya: Efesus (2:1-7), Smirna (2:8-11),
Pergamus (2:12-17), Tiatira (2:18-29), Sardis (3:1-6), Filadelfia (3:7-13),
Laodikia (3:14-22).[4]
Penulis kitab
ini adalah disebut dengan Yohanes (1:4); adakalnya dengan keterangan seperti:
hamba (1:1) dan saudara dan sekutumu (1:9). Tetapi tak ada keterangan rasul dan
penatua. Waktu penulisannya diperkirakan sekitar tahun 93/95 M.[5]
Yang menarik
dari kitab wahyu adalah 3 pasalnya yang pertama dengan pesan-pesan kepada tujuh
jemaat di Asia Kecil. Keadaan mereka sangat dikenal oleh penulis Wahyu, dan
anjurannya memang dibuatnya tepat untuk keadaan masing-masing jemaat itu.
Dimana jemaat berdiri tegak, diberinya pujian (kepada Smirna dan Filadelfia).
Dimana ada kekurangan, mereka ditegur, terutama jemaat di Laodikia.[6]
2.2.
Makna Angka Tujuh
Angka-angka
memainkan peranan besar dalam Kitab Wahyu, sebagaimana umumnya dikalangan dunia
kuno, serta dibanyak tempat di dunia. Contoh, angka tiga dan empat adalah
angka-angka suci bagi kebanyakan orang, dan tidaklah kebetulan bahwa diantara
dewa-dewa di India, Brahma, Wisnu dan
Syiwa, adalah yang paling banyak disembah, atau bahwa ajaran Buddhis dimuat
dalam tiga kitab suci. Empat adalah angka suci bagi banyak orang di Afrika.
Dalam Kitab Wahyu pun, angka memainkan peran yang sangat penting dan memiliki makna
dari masing-masing angka tersebut. Angka tujuh adalah tiga ditambah empat, dan
merupakan angka kelengkapan dan kesempurnaan. Orang menganggap ada tujuh benda
langit yang utama (matahari, bilan dan kelima planet yang dikenal saat itu),
tujuh hari dalam satu minggu, tujuh penghulu malaikat, tujuh roh Allah. Tujuh jemaat
di Asia mewakili Gereja yang universal; pekerjaan Allah dalam Kitab Wahyu
diselesaikan dalam angka-angka tujuh; dan Yohanes menggunakan pembagian tujuh
pada sejumlah bagian dari kitabnya.[7]
2.3. Jemaat menurut kitab Wahyu
Beberapa
pandangan yang berharga mengenai jemaat disajikan dalam kitab ini, walaupun
pokok utamanya ialah kejadian pada masa yang akan datang. Kitab Wahyu yang
ditujukan kepada sekelompok jemaat di Asia. Walaupun pesan yang ditujukan
kepada jemaat-jemaat itu disampaikan secara terpisah-pisah dalamWahyu 2 dan 3,
namun jemaat-jemaat tersebut dianggap sebagai satu tubuh. Dari ketujuh surat
ini kita memperoleh beberapa pengertian mengenai Jemaat Kristen dalam
daerah-daerah di Asia. Yang ditujukan secara khusus adalah sikap jemaat
–jemaat yang berbeda-beda terhadap
ajaran sesat (Why. 2:2,13-15,20; 3:8-10). Kadang-kadang ada penilaian atas
sikap umam yang terdapat dalam jemaat (Why.3:15). Karena itu, pokok utama dari
surat-surat ini ialah kemurnian jemaat-jemaat dan penyerahan mereka kepada
Kristus. Melalui menyatakan bahwa jemaat adalah Israel yang sejati.[8]
Sumbangan utama
yang kita peroleh dari kitab Wahyu untuk pengertian kita mengenai Jemaat adalah
tentang ibadat. Ada banyak perikop dalam bentuk liturgy yang mengambarkan
bentuk ibadat pemujaan surgawi, yang dapat merupakan contoh yang baik untuk
ibadat pemujaan yang dilakukan dalam jemaat. Sebetulnya, beberapa orang
berpendapat bahwa perikop-perikop berbentuk liturgi ini berasal dari tata cara
liturgi yang dipakai orang-orang Kristen Yahudi yang berbahasa Yunani. Hal yang
tak dapat disangkal ialah, dari kitab Wahyu kita mendapat kesan bahwa
penulisnya sangat menghargai ibadat pemujaan kepada Allah. Ia menceritakan
tentang reaksinya yang penuh rasa hormat dan takut kepada waktu ia melihat
Kristus yang dimuliakan (Why.1:17).[9]
2.4. Hakikat 7 Jemaat
Sebelum kita
meninjau 7 jemaat ini, haruslah kita memerangi suatu pendapat yang salah yang
mengatakan bahwa ketujuh surat itu menggambarkan tujuh masa yang berturut-turut
dalam sejarah gereja, misalnya surat kepada Tiatira menggambarkan masa
Reformasi, surat kepada Sardis masa kelayuan rohani dari gereja Protestan dalam
abad ke-17; surat kepada Filadelfia masa Pietisme. Hal ini terlalu dicari-cari
dan berhubungan dengan pendapat bahwa Kitab Wahyu harus dianggap sebagai suatu
“kalender berurut untuk sejarah dunia
dan sejarah gereja”.[10]
Surat kepada 7
Jemaat di Asia Kecil ini, tujuannya ialah memproklamasikan putusan yang berlaku
kekal mengenai tingkah laku mereka. Di lain pihak (1:1; 4:1), dalam
penglihatan-penglihatan dengan bantuan bahasa kiasan tradisional, ia bermaksud
menggambarkan hukum umum sejarah, sampai dengan kesudahannya. Penghiburan bagi
mereka yang menderita demi iman, dan mengajak mereka bertekun sampai kemenangan
akhir. Sebab Kerajaan Allah dan Anak Domba sudah merupakan kenyataan. Hanya
saja para penganutnya masih harus mencapai akhir yang pada prinsipnya sudah
dapat dipastikan mereka.[11]
2.4.1.
Jemaat
di Efesus
Ada beberapa hal
yang baik dalam jemaat Efesus, yakni: Pertama, bahwa jemaat Efesus telah
menunjukkan jerih-payah dan ketekunan dalam kehidupan Kristen. Kedua, bahwa ia
tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, yaitu menjalankan siasat gerejawi
terhadap anggota-anggota yang sesat. Ketiga, bahwa ia menolak pengajar-pengajar
palsu. Walaupun jemaat Efesus mempunyai banyak sifat-sifat yang baik, namun
kepadanya disesalkan bahwa ia telah meninggalkan kasihnya yang semula, yaitu
kasih terhadap Tuhan dan terhadap anggota-anggota jemaat. Kepadanya diserukan
untuk bertobat. Menurut Why. 2:5, ada dua hal yang termasuk dalam pertobatan,
yakni: sungguh-sungguh menginsafi betapa dalamnya ia jatuh dan kemudian,
berpaling untuk melakukan yang lebih baik. [12]
2.4.2.
Jemaat
Smirna
Jemaat
Smirna itu rupa-rupanya telah banyak menderita dari pihak orang Yahudi, yang
menyampaikan fitnah terhadap mereka kepada pemerintahan Romawi (2:9). Jemaat
Smirna dipersiapkan dengan mengatakan bahwa mereka akan mengalami lebih banyak
penindasan (ay.10). Kemurnian kerohanian mereka akan diuji oleh penderitaan.
Sehingga kepada jemaat Smirna diserukan supaya mereka setia sampai mati, yaitu
juga dalam hal kalau mereka akan menerima kehidupan yang kekal; mahkota
kehidupan (ay.10).[13]
2.4.3.
Jemaat
Pergamus
Di Pergamus terdapat
suatu kuil kafir termasyhur untuk Asklepios, dewa penyembuh. Kuil ini
dikunjungi oleh banyak orang, yang mencari kesembuhan disana. Di tempat yang
tertinggi di kota itu terdapat suatu kuil untuk Kaisar Agustus dan Dewi Roma.
Selanjutnya ada didirikan di sana suatu mezbah raksasa untuk Zeus, dewa agung
Yunani. Jemaat Pergamus dipuji oleh karena keteguhan iman yang mereka
perlihatkan, juga di hari-hari di waktu ada gugur seorang martir: Antipas.
Tetapi ada satu
hal yang disesalkan tentang jemaat-jemaat Pergamus itu: mereka meluluskan
tinggal di anatara mereka orang-orang yang berpegang kepada ajaran pengikut
Nikolaus, yang mengikuti ajaran Bileam (orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat
14 dan 15 tidaklah merupakan dua jurusan ajaran yang berbeda-beda, melainkan
satu. Adalah Bileam, yang menurut Bil.31:16 menyesatkan orang-orang Israel
untuk berzinah dan menyembah berhala). [14]
Jemaat di kota
ini rupanya sangat terpecah-belah. Jemaat ini didorang untuk tetap setia. Ia
mencela mereka yang mengikuti ajaran seorang nabi perempuan. Ia menyebut ia Izebeil, sesuai dengan nama istri kafir
Raja Ahab, yang menyebabkan suaminya menyembah berhala Baal (Rm.16:31). Para
pengikut nabi palsu ini diingatkan supaya mereka bertobat. Tidak ada yang
tersembunyi di hadapan Allah yang mengetahui segalanya (Yer.17:10). Kekejaman
hukuman terhadap perempuan itu dan para pengikutnya sesuai tinkat keseriusan
dosa mereka, yakni tindakan mengubah karunia kenabian sejati. Namun,
orang-orang dari jemaat yang tetap melawan Izebel dan murid-muridnya akan
mengambil bagian, tidak hanya perayaan kemenangan tetapi juga pemerintahan
Kristus atas bang-bangsa di dunia.
2.4.5.
Jemaat
Sardis
Sardis adalah
suatu kota yang letaknya di sebelah tenggara Efesus, dan yang termasyhur kerena
masa lampaunya. Pernah kota itu menjadi tempat kedudukan Croesus, raja yang
kaya-raya dari Lydia. Tetapi dalam abad pertama sesudah Kristus arti kota ini
telah menjadi kecil.[16]
Surat kepada
jemaat di Sardis (Why.3:1-6) mengisyaratkan bahwa persekutuan Kristen purba di
sana dipengaruhi oleh semangat kota itu, menggantungkan kepada reputasi masa
lampau tanpa keberhasilan masa sekarang. Dan gagal, seperti kota itu pernah dua
kali gagal, kemudian belajar dari masa lalu serta menjadi waspada. Lambang
“pakaian putih” sangat berarti bagi kota yang terkenal karena perdagangan
pakaiannya; mereka yang tetap setia dan berjaga akan dihiasi demikian untuk
mengambil bagian dalam kemenangan Tuhan.[17]
2.4.6.
Jemaat
Filadelfia
Pada zaman
diturunkannya Wahyu kepada Yohanes, Filadelfia adalah suatu kota kecil
disebelah tenggara Sardis. Kota itu didirikan sekitar thn. 150 s.M. oleh Raja
Attalus II Filadelfus. Filadelfus berarti: yang mencintai saudara-saudaranya
yang laki-laki dan perempuan. Dalam surat kepada jemaat filadelfia, terdapat
istilah “Yang Kudus dan Yang Benar” dalam ayat 7. Yang benar berarti: yang
perkataannya dapat dipercayai.[18]
Dalam surat ini,
jemaat disini tidak dikutuk, tetapi diingatkan untuk berhati-hati terhadap
mereka yang mengaku orang Yahudi padahal bukan. Kita tidak tahu apakah pertentangan
yang terjadi disini. Wahyu mengacu kepada beberapa nubuat mesianis untuk
membuktikan bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh keturunan Daud. Yes.22:22-25
tampaknya paling dekat dengan nubuat ini, karena menunjuk kepada kunci dan
pintu terbuka. Karena pintunya masih tetap terbuka dihadapan jemaat ini, mereka
masih mempunyai kemungkinan diselamatkan jika mereka terus bertahan. Surat
bahkan menjanjikan bahwa kebenaran dari kepercayaan mereka akan diperlihatkan
bila beberapa dari mereka yang mengaku Yahudi bertobat. Janji ini mengingatkan
kita bahwa surat-surat dalam Wahyu tidaklah mewartakan peristiwa yang sudah
dimaterai. Tidak ada kata terlambat bagi mereka untuk bertobat. Mereka yang
setia harus disemangati supaya tetap bertahan.[19]
2.4.7.
Jemaat
Laodikia
Kota ini
letaknya disebelah tenggara Filadelfia, dekta Kolose. Laodikia didirikan
kira-kira thn. 250 S.M. oleh Raja Antiokhus II dari Siria dan dinamai menurut
nama isterinya, Laodike.[20]
Surat ini berisi
banyak singgungan terhadap sifat dan suasana kota ini. Walaupun kaya, kota ini
tidak mampu menghasilkan penyembuhan dari khasiat air panas, seperti
tetangganya Hierapolis, atau kuasa menyegarkan dari air sejuk di Kolose.
Hasilnya hanya air hangat-hangat kukuh yang hanya bermanfaat sebagai obat
muntah. Jemaat Laodikia dinyatakan hangat-hangat kuku hingga tidak bermanfaat
(artinya, perasaan cukup diri). Sama seperti kota itu, jemaat berpikir bahwa ia
“tidak membutuhkan apa-apa lagi” padahal ia membutuhkan “emas”, “pakaian
putih”, dan “pelumas mata” yang lebih hebat dari yang dapat disediakan oleh
banker-bankir, ahli-ahli pakaian, dan dokter-dokter mereka. Seperti halnya
penduduk bersikap tidak menyenangi musafir yang menawarkan kepadanya barang-barang,
warga jemaat itu telah menutup pintu rumah mereka dan membiarkan Sang Pemberi
tetap diluar rumah mereka.[21]
III.
Refleksi
Teologis
Dengan mengenal
hakikat Tujuh Jemaat dalam Kitab Wahyu ada beberapa hal yang dapat menjadi
refleksi untuk saat ini, yakni:
a. Dengan
melihat bahwa dalam ketujuh jemaat pun mengalami penganiayaan yang berat,
bahkan tampaknya mendapatkan perlawanan dari penguasa, kita pun dalam kehidupan
berjemaat pada saat ini pun, diingatkan akan hal-hal yang mungkin terjadi,
termasuk penganiayaan bagi kita dalam kehidupan berjemaat.
b. Penulis
kitab, khususnya dalam menyampaikan wahyu Tuhan kepada ketujuh jemaat, ada hal
yang menjadi kepujian bagi Tuhan dan ada juga hal yang tidak menyenangkan hati
Tuhan, atau ada hal yang menjadi keinginan yang diharapkan Tuhan dan yang tidak
inginkan oleh Allah. Dari hal ini kita dapat belajar dan merefleksikan
bagaimana kehidupan berjemaat kita saat ini. Sehingga kita dimampukan menjadi
jemaat yang terus berharap akan kedatangan Kristus yang mulia dan itu juga
terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari.
IV.
Kesimpulan
Dari pemaparan
diatas kita dapat menarik beberapa hal yang penting dari sajian ini yakni bahwa
hakikat secara keseluruhan adalah memproklamasikan putusan yang berlaku kekal
mengenai tingkah laku mereka. Di lain pihak (1:1; 4:1), dalam
penglihatan-penglihatan dengan bantuan bahasa kiasan tradisional, ia bermaksud
menggambarkan hukum umum sejarah, sampai dengan kesudahannya. Penghiburan bagi
mereka yang menderita demi iman, dan mengajak mereka bertekun sampai kemenangan
akhir.
V.
Daftar
Pustaka
Drane,
Jhon, Memahami Perjanjian Baru (Pengantar
Historis-Teologis), Jakarta: BPK-GM, 2003
Barclay,
William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari –
Kitab Wahyu Kepada Yohanes (Psl. 1-5), Jakarta: BPK-GM, 2003
Duyverman,
M.E., Pembimbing Ke Dalam Perjanjian
Baru, Jakarta: BPK-GM, 1992
Browning, W.R.F., Kamus Alkitab, Jakarta: BPK-GM, 2009
H. van Daalen, David, Pedoman ke Dalam Kitab Wahyu Yohanes, Jakarta:
BPK-GM, 2004
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta:
BPK-GM, 1993
J. de Heer, J., Tafsir Alkitab Wahyu Yohanes, Jakarta:
BPK-GM, 2008
Dister, Nico Syukur, Teologi Sistematika I, Yogyakarta:
Kanisius, 2002
Bergant, Dianne, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru,Yogyakarta:
Kanisius
Green, E.M.B., dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II
(M-Z), Jakarta: YKBK/OMF, 2007
Rudwick, M.J.S., dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini I (A-L),
Jakarta: YKBK/OMF, 2007
[1]
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru
(Pengantar Historis-Teologis), Jakarta: BPK-GM, 2003, hlm. 502
[2] Kitab
Wahyu disebut juga Kitab Apokalips, dari bahasa Yunani Apokalupsis. Di antara masa PL dan PB berkembang pesat karya tulis
yang dinamakan sastra Apokaliptis. Sastra ini merupakan hasil dari pengharapan
bangsa Yahudi yang tidak dapat dihancurkan. Ada beberapa kitab-kitab Apokalips
Yahudi, yaitu Kitab Henokh (Enoch),
Kitab-kitab Sebyllim/ Sibil (The
Sibylline Oracles), Testamentum Dua Belas Patriarkh/ Bapa Leluhur (The Testaments of the Twelve Patriarchs),
Kenaikan Yesaya ke Sorga, Kenaikan Musa ke Sorga, Apokalips Barukh, dan 4 Ezra.
Sedangkan kitab Wahyu yang kita kenal sekarang adalah kitab Apokalips Kristen
dan satu-satunya di dalam PB. William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari – Kitab Wahyu Kepada Yohanes (Psl. 1-5),
Jakarta: BPK-GM, 2003, hlm. 3-6
[3]Jhon
Drane ,Op.cit., hlm. 503
[4]
M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam
Perjanjian Baru, Jakarta: BPK-GM, 1992, hlm. 212
[5] Ibid, hlm. 215-218
[6]
W.R.F. Browning, Kamus Alkitab,
Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 476
[7]
David H. van Daalen, Pedoman ke Dalam
Kitab Wahyu Yohanes, Jakarta: BPK-GM, 2004, hlm. 92-93
[8]
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru
3, Jakarta: BPK-GM, 1993, hlm. 120
[9] Ibid, hlm. 121
[10]
J.J. de Heer, Tafsir Alkitab Wahyu
Yohanes, Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm. 36
[11]
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I,
Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 38
[12]
J.J. de Heer, Op.cit., hlm. 37-38
[13] Ibid, hlm.39-40
[14] Ibid, hlm.40-42
[15]
Dianne Bergant, Tafsir Alkitab Perjanjian
Baru,Yogyakarta: Kanisius, 2002, hlm. 487-488
[16] J.J.
de Heer, Op.cit., hlm.49
[17]
E.M.B. Green, dalam Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini II (M-Z), Jakarta: YKBK/OMF, 2007, hlm. 359
[18] J.J. de Heer, Op.cit., hlm. 53
[19]
Dianne Bergant, Op.cit., hlm. 488
[20]
J.J. de Heer, Op.cit., hlm. 58
[21]
M.J.S. Rudwick, dalam Ensiklopedi Alkitab
Masa Kini I (A-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007, hlm. 633
Tidak ada komentar:
Posting Komentar