Kamis, 14 Maret 2013

Agama dan Wahyu/ Penyataan Allah


Agama dan Wahyu/ Penyataan Allah
Oleh : Chrisnov M. Tarigan

I.                        Pembahasan
1.1.  Pengertian Agama dan Wahyu/ Penyataan
Agama, dalam bahasa Arab adalah Din, dalam bahasa Inggris adalah Religion,dalam bahasa Prancis La Religion, dalam bahasa Belanda adalah de religie, dan dalam bahasa Jerman adalah die religion.[1] Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti antara lain peraturan tradisional, ajaran, kumpulan peraturan dan suatu ajaran. Etimologi kata agama adalah “gama” yang berarti pergi, sedangkan awalan pada “a” berarti tidak, sehingga agama berarti yang tetap atau tidak berubah.[2]
Wahyu dalam agama Islam adalah yang dibisikkan di dalam sukma oleh Allah, dan lebih jelas lagi adalah yang dibisikkan ke dalam sukma yang diilhamkan dan merupakan isyarat yang cepat dari Allah kepada Nabi dan atau Rasul-Nya.[3] Dalam agama Kristen, wahyu adalah penyikapan Allah mengenai sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam bahasa Ibrani yakni gala, Yunani apokalupto, Latin revelo, dan Inggris revelation, sehingga secara umum dalam agama Kristen adalah bicara tentang penyataan, maka pemikiran yang dimaksudkan ialah Allah Pencipta aktif membuka bagi manusia kuasa dan kemulianNya, hakikat dan sifatNya, kehendak, jalan, dan rencanaNya, pendek kata supaya manusia dapat mengenal Dia.[4]

1.2. Hakikat Penyataan Allah (Wahyu)
Yang dimaksud dengan penyataan Allah ialah tindakan Allah untuk menyatakan atau memperkenalkan diriNya kepada manusia, yang menjadikan manusia dapat kenal Allah-nya atau mempunyai pengetahuan tentang Allah-nya. Semua agama didasarkan atas keyakinan bahwa Allah “yang diperTuhankan” memperkenalkan diri kepada manusia, sehingga manusia kenal TuhanNya sekalipun pengenalan itu tidak sempurna. Karena pengenalan itulah maka manusia dapat menyembah TuhanNya.
Sekalipun demikian tiada kesamaan tentang soal bagaimana Tuhan memperkenalkan diriNya kepada manusia. Pada umumnya agama-agama mengajarkan, bahwa Tuhan memperkenalkan diriNya dan kehendakNya kepada manusia dengan perantaraan bisikan ilahi, artinya: Tuhan memperkenalkan diriNya dan kehendakNya didalam hari sanubari manusia, baik orang itu berfungsi sebagai imam atau pendeta (agama suku murba), maupun berfungsi sebagai rsi (Hindu) atau nabi (Islam), atau guru/kyai (kebatinan).[5]

1.3. Wahyu dalam Agama-agama
semua agama didasarkan atas keyakinan bahwa Allah atau “yang di pertuhankan” memperkenalkan dirui kepada semua manusia, sehingga manusia kenal Tuhannya, sekalipun pengenalan itu tidak sempurna. Karena pengetahuan itulah maka manusia dapat menyembah Tuhannya. Sekalipun demikian tiada kesamaan tentang soal bagaimana Tuhan memperkenalkan dirinya kepada manusia. Pada umumnya agama-agama mengajarkan, bahwa Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada manusia dengan perantaraan bisikan Ilahi, artinya: Tuhan memperkenalkan diriNya dan kehendaknya dengan membisikkan kehendaknya di dalam hati sanubari manusia.[6] Adapun penyataan Allah dalam agama-agama sebagai berikut:
*      Agama Suku
Di dalam agama suku orang yakin, bahwa dewa-dewanya dengan perantaran imam atau pendetanya memberitahukan kehendaknya kepada manusia. Pendeta atau imam itu dapat: lah
a.       Mengosongkan diri dengan mengeluarkan jiwa atau rohnya dari tubuhnya sehingga tubuh itu dapat dimasuki oleh roh atau dewa yang diminta pertolongannya. Dalam keadaan ini, roh atau dewa yang di minta pertolongannya berbicara langsung melalui imam atau pendeta, sedang upacara-upacara yang di ucapkan oleh pendeta itu adalah ucapan-ucapan Roh atau dewanya sendiri.
b.      Mengutus jiwa atau rohnya ketempat roh atau dewa untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Dalam keadaan ini orang-orang tidak secara langsung berhadapan dengan Roh atau dewanya sendiri. Kata-kata yang diucapkan para pendeta itu adalah ucapan mereka sendiri pemilihan kata-katanya dan ungkapan-ungkapannya adalah usahannya sendiri, sekalipun semuanya itu diucapkan berdasarkan petunjuk Roh atau dewanya.
Pda kedua peristiwa ini yang diterima adalah firman yang diperlukan, baik firman itu diucapkan secara langsung oleh roh atau dewa melalui parapendeta, maupun tidak diucapkan secara langsung malainkan melalui perantaraan terjemahan para pendeta. Kedua cara perkenalan ilahi ini dapat disebut perkenalan yang dengan bisikan.[7]
*      Agama Hindu
Dalam agama hindu kitab weda sebagai wahyu dewa tertinggi karena menurut tradisi hindu, kitab-kitab ini adalah ciptaan dewa Brahman kepada para rsi atau para pendeta dengan bentuk-bentuk mantera-mantera, yang kemudian disusun sebagai pujian-pujian oleh para rsi tadi sebagai pernyataan rasa hatinya. Sebagai wahyu dewa yang tertinggi, maka weda-weda itu disebut seruti, yang secara harafia berarti apa yang didengar, yaitu di dengar dari dewa yang tertinggi. Orang hindu yakin, bahwa kitab-kitab weda bukan hasil karya manusia. Weda-weda adalah kekal. Weda adalah nafas Tuhan, kebenaran yang kekal, yang dinyatakan atau diwahyukan oleh Tuhan kepada para resi. Para resi tadi melihat atu mendengar kebenaran itu. Bentuk yang diwahyukan tadi adalah mantera-mantera.[8] Agama hindu membedakan 2 macam kitab suci: shurti, yang di dengar, dan smrti, yang diiingat. Teks religious yang paling suci, yaitu kitab-kitab peda, merupakan shurti. Kitab-kitab itu meliputi himne-himne peda atas samhitas (1400-1000sm), Brahmana (1000-700sm), Aranyaka (Kitab-kitab hutan, 800-600sm), dan uphanisad (800-200sm). Ada empat mashab utama yang didasarkan pada kedudukan berbagai tokoh dalam pengorbanan-pengorbanan ritual. Rig veda terdiri dari himne-himne dan berasal dari mereka yang membawakan himne-himne tersebut. Yajur veda berisi rumusan-rumusan pengorbanan berasal daripada imam yang melaksanakan tindakan-tindakan ritual. Sama veda adalah kumpulan nyanyian, banyak diantaranya diambil dari rig veda. Atharava veda berasal dari mereka yang memusatkan perhastian pada kebutuhan konkrit manusia seperti kesehatan, dan berisi mantera-mantera dan jampi-jampi magic sedangkan teks-teks suci kategori kedua, smrti, pada prinsipnya memiliki otoritas yang lebih rendah, meskipun dalam prakteknya sering kali memainkan peranan lebih besar dalam kehidupan sebagian besar umat hindu. Smrti yang diingat, menunjukkan kepada tradisi penafsiran shurti yang lebih kemudian. Teks-teks ini membantu menyajikan kebenaran penyataan dalam bentuk yang lebih mudah dijangkau oleh masyarakat luas, menafsirkan kebenaran moral abadi dengan istilah-istilah yang sesuai pada zaman tertentu. Batas-batas smrti yang jelas toidak pernah ditentukan diantara karya-karya itu terdapat sutra, kitab-kitab hukum dan kurana. [9]

*      Agama Islam
Di dalam agama islam kita mendengar bagaiman apada malam yang dikenal sebgai lailatul-Qadar, atau malam kebesaran (17 Ramadhan) Allah dengan perantyaraan malikat-malaikat jibril membisikkan perintahnya kepada nabi Muhammad SAW di bukit Hira. Suara hati itu di dengar di dalam hatinya, yang kemudian dibukukan di dalam kitab Al-Quran.[10] Al-Quran yang di ajarkan nabi Muhammad SAW adalah wahyu atau firman Allah SWT yang disampaikan padanya melalui perantaraan malikat Jibril. Al-Quran ini diturunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW selama kurang lebih 23 tahun masa kenabiannya. Ayat yang pertama diturunkan adalah lima ayat pertama dari surah Al-Alaq (96) yang diturunkan ketika nabi Muhammad SAW sedang berkhalawat (menyendiri) di gua hira, sebuah gua yang terletak dipegunungan sekitar kota mekha pada malam 17 Ramadhan, yang mana pada saat itu usia nabi SAW sekitar 40 tahun.[11]
*      Agama Kristen
Menurut pemahaman iman Kristen ada dua cara Allah menyatakan diri-Nya yaitu[12]:
1.      Penyataan Umum
Penyataan umum adalah penyataan Allah kepada semua orang dimana-mana tanpa terkecuali. Penyataan itu tidak dapat menyelamatkan manusia. Bentuk penyataan umum ini adalah :
·         Karya ciptaan
Tatanan ciptaan merupakan penyataan Allah kepada manusia tentang kekuasaan dan keilahian-Nya yang kekal yang mengharuskan mereka mengenal dan mengucap syukur kepada-Nya.
·         Pengalaman moral
Allah telah menyatakan diri. Dibalik semua pengalaman moralnya manusia mempunyai semacam kesadaran bahwa kewajiban berbuat baik dan menolak kejahatan mencerminkan kehendak Allah yang tertinggi yang kepada-Nya manusia harus member pertanggungjawaban.
·         Sejarah
Allah juga menyatakan diri-Nya melalui proses penghakiman sebagaimana tercermin dalam timbul tenggelamnya bangsa-bangsa dan negara adikuasa.
·         Naluri religius yang universal
Pandangan ini didukung oleh Yohanes 1 : 9 yang menyatakan bahwa terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang sedang datang kedalam dunia.
·         Factor dinamis
Penyataan Allah bersifat dinamis dan berkesinambungan. Allah berulang kali menyatakan diri dan manusia berulang kali menentang. Oleh sebab itu hanya melalui sikap tunduk dan patuh manusia dapat bertemu dengan penyataan Allah.
2.      Penyataan Khusus
Penyataan khusus adalah cara Allah menyatakan diri dengan lengkap dan jelas yang jauh melebihi penyataan umum. Melalui penyataan ini manusia dapat diselamatkan. Bentuk penyataan khusus yaitu:
·         Yesus Kristus
Yesus Kristus adalah firman Allah yang menjadi manusia dan diam diantara kita. Allah menyatakan diri didalam Yesus Kristus yang merupakan Allah yang kekal.
·         Kitab Suci
Firman yang menjadi manusia dikenal melalui firman yang tertulis yaitu Alkitab.

1.4.Wahyu Allah Sebagai Dasar Iman
Di dalam Wahyu, Allah menyapa manusia, memperkenalkan diri-Nya kepada manusia dan mengajak manusia ikut serta dalam kehidupan Allah sendiri. tanggapan manusia yang diharapkan oleh Allah sebagai jawaban atas wahyu-Nya ialah iman kepercayaan sebagai penyerahan diri manusia kepada Allah. Bila wahyu berarti Allah menyapa manusia, iman berarti bahwa manusia menjawab Allah secara positif. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa wahyu dan iman merupakan paham yang korelatif. Wahyu Allah mengharapkan, bahkan mengandaikan iman manusia, sebab wahyu yang tidak ditanggapi dengan iman, tidak mencapai sasaranya. Allah memeperkenalkan diri kepada manusia demi untuk dikenal oleh manusia. Justru dengan menyerahkan diri kepada Allah, manusia mengenal Allah. Untuk tahu siapa Allah itu, orang harus dapat bergaul dengan Allah dari hati. Pergaulan ini berlangsung dalam iman kepercayaan yang merupakan anugerah Allah dan sekaligus tindakan manusia.[13]

1.5.Sifat-sifat Penyataan Allah[14]
Wahyu merupakan komunikasi antara Allah yang disurga dengan manusia yang dibumi. Ini berarti Allah yang transenden itu melangkah keluar dari rahasia ada-Nya dan masuk ketengah-tengah umat manusia untuk bergaul denganya dan berfirman kepadanya dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Dengan demikian dapat dibedakan antara empat aspek yang terdapat pada peristiwa wahyu sebagai penganugerahan-diri Allah kepada manusia; keempat aspek ini bersifat hakiki semua, karena merupakan bagian integral dari hakekat wahyu.
a)      Aspek “misteri illahi”, yaitu tindakan Allah yang transenden
Wahyu itu misteri, karena merupakan tindakan Allah sendiri, yaitu suatu aktivitas yang transenden yang berisikan kehendak atau “rencana” Allah untuk menyelamatkan manusia. “menyelamatkan” disini berarti menganugrahkan kepada manusia kebahagiaan yang penuh(total dan kekal).
b)      Aspek Historis, yaitu peristiwa sejarah
Tindakan Allah yang bebas, kekal dan transenden mempunyai efek temporal, artinya : wahyu juga bersifat sejarah. Rencana Allah untuk menyelamatkan umat manusia diwujukan dalam rupa “turun-tangan” Allah dalam sejarah. Melalui peristiwa-peristiwa sejarah serta penafsiran peristiwa itu Allah mewahyukan diri dengan melaksanakan rencana penyelamatan-Nya.  
c)      Aspek pengetahuan, yaitu kesaksian, pewartaan dan ajaran
Supaya manusia dapat menanggapi rencana penyelamatan Tuhan dan dapat menerimanya secara bebas dengan tahu dan mau, ia harus mengenal rencana itu. Oleh karena itu terdapat juga segi pengetahuan pada wahyu.
d)     Aspek personal, yaitu pertemuan pribadi antara Allah dan manusia
Wahyu berupa pengetahuan tidak boleh dipisahkan dari pribadi Allah sebagai subjek yang menyampaikan pengetahuan itu.
Berdasarkan keempat segi ini dapat dikatakan bahwa wahyu juga bersifat lahir-batin. Wahyu bersifat lahir sejauh pengalaman dan ajaran nabi. Dan wahyu juga bersifat batin sejauh merupakan persekutuan personal antara kita dengan Tuhan, dan berupa pengaruh langsung dari Allah  dalam batin manusia. Karya Roh kudus dalam jiwa manusia itu dapat berarti bahwa roh mendiami hati manusia. 

1.6. Model Penyataan Allah[15]
1.6.1.      Bentuk Dalil (Ajaran)
Pada bagian ini para teolog mengamati wahyu sebagai suatu dalil atau ajaran didalam melakukan pendekatan simbolis. Hal ini terlihat adalah untuk menyatakan wahyu yang sebenarnya. Dalam hal ini penyataan tertuju pada dalil-dalil yang harus memberi suatu kebenaran yang pasti. Simbol-simbol yang menurut pengamatan mereka mempunyai arti yang luar biasa didalam Alkitab hendaknya diartikan secara harafiah. Namun sebaliknya itu justru akan dapat memberikan arti yang pasti atau bukan sebenarnya.
Suatu symbol mungkin saja dapat diperlihatkan pada suatu bahasa kiasan, dan suatu kiasan dapat diterjemahkan ke dalam suatu persamaan, dan suatu persamaan akan dapat membawa kepada pemahaman yang lebih luas terhadap suatu ajaran atau dalil. Teologi Kristen mempunyai batas-batas penting dalam jenis-jenis pokok bahwa suatu makna yang sebenarnya dapat ditemukan hanya pada memaknai suatu symbol secara harafiah. Tanpa ajaran, kita akan merasa sangat kesulitan untuk menemukan arti, makna, dan berkat yang sungguh luar biasa dari salib Kristus. Tetapi ajaran Kristen juga tidak pernah menghilangkan makna sebenarnya dari symbol-simbol itu, karena ajaran-ajaran Kristen itu hidup dalam tanda-tanda atau symbol-simbol wahyu atau penyataan itu.

1.6.2.      Bentuk Sejarah
Melakukan pendekatan simbolis untuk melihat wahyu atau penyataan Allah juga sangat berhubugan erat dengan kisah sejarah. Symbol-simbol itu dapat menjelaskan sesuai dengan konteksnya dan aspek universal dari keagamaan. Hal ini akan terlihat jelas di dalam kejadian-kejadian sejarah. Iman Kristen dibangun secara spesifik melalui pengetahuan akan sejarah Israel. Dimana orang-orang akan memahami tentang karya-karya Allah yang hebat didalam pengetahuan dan pemahaman terhadap kisah sejarah Israel.
Memahami symbol-simbol dalam bentuk sejarah ini adalah terlihat lebih tegas dimana wahyu dapat dilihat melalui akan pikiran dari kejadian-kejadian yang mereka alami. Pendekatan simbolis melalui sejarah dapat diperhitungkan sebagai symbol wahyu atau penyataan Allah dalam kehadiranNya di tengah-tengah mereka.

1.6.3.      Bentuk Pengalaman
Bagian ini dimaksud dengan bentuk pengalaman ini adalah menyangkut kepada hal-hal atau pengalaman-pengalaman yang mistis. Pemahaman tentang symbol atau tanda-tanda wahyu dalam pengalaman mistis ini adalah terjadi karena pekerjaan Allah sendiri. Allah yang transenden hadir dan menyatakan diri kepada seseorang dalam rupa yang sangat dekat, dan ini bisa terjadi dalam persekutuan rohani yang sangat dekat dengan Tuhan.
Tradisi mistis disebutkan adalah perhatian kepada bagian inti dari pengalaman rohani, bagian-bagian yang memperkaya pendekatan simbolis terhadap wahyu. Pengalaman adalah suatu penyataan yang sangat penting dimana adanya suatu persekutuan yang nyata antara iman manusia adalah Allah yang memperlihatkan keberadaanNya sendiri melalui curahan rahmatNya. Penyataan kehadiranNya dalam sejarah adalah suatu penyataan yang konkrit untuk memperkenalkan manusia kepada kerajaanNya dan inkarnasiNya, sementara penyataan Allah dalam pengalaman mistis adalah membawa orang-orang percaya kepada suatu berkat yang sangat luar biasa yang membawa kepada ketenangan dan keheningan.

1.6.4.      Bentuk Dialektika
Para teolog dialektika, wahyu adalah diberikan tidak di dalam symbol tetapi dalam perkataan Allah. Barth mengatakan bahwa wahyu Allah adalah perkataan-perkataan atau firmanNya sendiri, dan kita tidak punya alasan untuk mengambil konsep sendiri dari dasar perkataan Allah. Maksud firman Allah adalah perkataanNya sendiri, dan firman itu bukanlah suatu symbol. Firman dalam arti sepenuhnya adalah Yesus Kristus yang hadir dalam sejarah.
Firman yang menandakan makna pada suatu bagian yang penting pada penyataan termasuk dalam jenis symbol yang lain. Symbol-simbol atau tanda-tanda alam, perbuatan, atau benda-benda lain dapat menjadi suatu pemikiran yang membingungkan sebagai perantara dari penyataan agama. Suatu symbol atau tanda  akan menjadi wahyu hanya ketika terlihat dan terinterpretasi tidak pernah terjadi tanpa suatu komponen bahasa. Pada penyataan umum, selain itu, harus menjadi bahasa eksternal yang mampu didengar atau dilihat.

1.6.5.      Bentuk Kesadaran Baru
Pada bagian ini pendekatan simbolis terhadap wahyu adalah menekankan terhadap perubahan perwujudan seseorang. Maksudnya adalah suatu pemahaman baru dari apa yang selama ini dimengerti sebagai suatu kebenaran dari tradisi Kristen. Ajaran dalam gereja dapat menambah kepadambah kepada dasar keagamaan dan symbol dasar itu bukanlah untuk menghakimi tetapi memberikan pemahaman baru yang menimbulkan kesadaran baru untuk direfleksikan dari doktrin gereja dan teologi. Kemudian kesadaran yang baru itulah yng akan memberikan suatu dorongan yang baru yang efeknya positif dalam perwujudan atau perbuatan di dalam kehidupannya  didalam iman.

1.7. Pandangan Berbagai Tokoh mengenai Wahyu/ Penyataan Allah dalam agama-agama
1.7.1.      Karl Barth
Pemahaman Barth mengenai agama-agama dalam kaitannya dengan penyataan dibagi dengan 2 prinsip utama yang dibuktikan dalam kitab suci. Pertama, penyataan adalah pemberian diri dan manifestasi diri Allah sendiri. melalui penyataanNya, Allah menyingkapkan kepada manusia bahwa Ia adalah Allah dan Tuhan. Inisiatif muncul dari Allah sendiri. Manusia dapat mengenal Allah bukan dengan kemampuannya diri sendiri, melainkan karena Allah menyediakan diri untuk dikenal dan disapa. Tanpa penyataan maka upaya manusia mengenal Allah dari sudut pandangnya sendiri menjadi suatu upaya yang sama sekali sia-sia. Kedua, Barth juga menegaskan bahwa sebagai pemberian diri dan manifestasi diri Allah, penyataan tersebut merupakan tindakan dimana, didalam dan melalui anugerah, Ia mendamaikan diriNya dengan manusia.
Barth menyatakan, kekristenan menjadi benar sejauh berpusat pada penyataan Allah dalam Yesus Kristus. Hanya dengan demikianlah kekristenan memiliki kemungkinan menjadi agama yang benar. Yang membedakan kekristenan dengan agama lain bukan karena kekristenan dapat mengerjakan “kebaikan batin” atau kekudusan serta kebenaran imanen dan apapun melainkan berkat penyataan Allah kita mengetahui semuanya ini. Kita melihat ada 2 klaim utama: pertama, penyataan bahwa hanya ada satu agama yang muncul dari pemikiran bahwa penyataan dan keselamatan diberikan hanya didalam Yesus Kristus. Kedua, agama yang benar ini dibenarkan melalui satu cara yang tidak ditegaskan sama sekali dalam agama-agama dunia.[16]

1.7.2.      Karl Rahner
Menurut Karl Rahner, “agama-agama bukan Kristen” sebelum Kristen adalah “jalan keselamatan yang sah”. Barulah ketika berita Kristus menghampiri seorang manusia sebagai suatu alternative yang dapat diterima, maka baginya agama-agama lain terhapus sebagai jalan keselamatan yang sah. Apabila manusia mendengar kabar Kristus sebagai tawaran pilihan yang tidak terbandingkan dari agamanya yang terdahulu dan tetap menolaknya, disitulah ia membiarkan dirinya dengan dosa yang besar. Namun dibawah kondisi-kondisi tertentu penolakan akan kekristenan menurut Rahner, dapat juga berarti tindakan kesetian terhadap hati nurani sendiri. didalam hal ini, agama-agama bukan Kristen dapat juga dilihat sebagai jalan keselamatan sesudah Kristus. Menurut Rahner, agama-agama diluar Kristen adalah berupa jalan keselamatan yang sementara. Semua jalan ini mempunyai titik temu dan titik akhir didalam Kristus yang diikuti gereja.[17] 

1.7.3.      W. Pannenberg
Menurutnya penyataan diri Allah telah terjadi didalam perbuatan-perbuatan didalam sejarah. Dalam pandangan Pannenberg, penyataan langsung tidak terjadi pada permulaan, melainkan pada akhir dari sejarah penyataan itu. Dalam peristiwa Yesus, akhir dari segala sejarah itu telah terjadi secara lebih dahulu. Penyataan sejarah itu, menurut Pannenberg memiliki sifat universal dan dapat dimengerti oleh setiap manusia yang tidak bebal. Bagi Pannenberg, penyataan sejarah merupakan bentuk satu-satunya dari penyataan. Penyataan yang terjadi dalam sejarah yang biasa dan ia beranggapan bahwa penyataan ini dapat dimengerti oleh semua orang dan penerimanya adalah sesuatu yang alamiah.[18]

II.                     Daftar Pustaka
Adiprasetya, Jose, Mencari Dasar Bersama, Jakarta: BPK-GM, 2002
Dieter, Nico Syukur, Pengantar Teologi, Jakarta: BPK-GM, 1992
Dulles, Models Of Revelation, New York: Doubleday and Company, 1983
Effendy, Mochtar, Ensiklopedia Agama dan Filsafat (A-B), Universitas Sriwijaya: Palembang, 2000
Effendy, Mochtar, Ensiklopedia Agama dan Filsafat (S-Z), Universitas Sriwijaya: Palembang, 2000
Hadiwijono, Harun,  Agama hindu Budha,Jakarta: BPK-GM, 2008
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2009
Heuken , A., Ensiklopedi Gereja Jilid 2 (A-G), Jakarta: Cipta  Loka Cakan, 1991
Lefebure, Leo D., Penyataan Allah, Agama dan kekerasan, Jakarta: BPK-GM,2003
Milne, Bruce, Mengenali kebenaran, Jakarta : BPK-GM, 1993
Packer, J.I., dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II (M-Z), YKBK/OMF: Jakarta, 1992
Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis dunia islam, Jakarta: PT.Ictiar  baru Van Hoeve,2005



[1] Mochtar Effendy, Ensiklopedia Agama dan Filsafat (A-B), Universitas Sriwijaya: Palembang, 2000, hlm. 86
[2] A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid 2 (A-G), Jakarta: Cipta  Loka Cakan, 1991, hlm.30
[3] Mochtar Effendy, Ensiklopedia Agama dan Filsafat (S-Z), Universitas Sriwijaya: Palembang, 2000, hlm. 392
[4] J.I. Packer, dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini jilid II (M-Z), YKBK/OMF: Jakarta, 1992, hlm. 175
[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 29
[6] Harun Hadiwijono, Op.Cit.,hlm.29
[7] Ibid hlm.30
[8] Harun Hadiwijono, Agama hindu Budha,Jakarta: BPK-GM, 2008, hlm.17
[9] Leo D. Lefebure, Penyataan Allah, Agama dan kekerasan, Jakarta: BPK-GM,2003. Hlm.221-222
[10] Harun Hadiwijono, Iman Kristren, Op. Cit., hlm.30
[11] ….. Ensiklopedi, Tematis dunia islam, Jakarta: PT.Ictiar  baru Van Hoeve,2005. Hlm.50.
[12] Bruce Milne, Mengenali kebenaran, Jakarta : BPK-GM, 1993, hlm.37-42
[13] Nico Syukur Dieter, Pengantar Teologi, Jakarta: BPK-GM, 1992, hlm.85-86
[14] Ibid.,hlm.89-90
[15] Dulles, Models Of Revelation, New York: Doubleday and Company, 1983, hlm. 140-150
[16] Jose Adiprasetya, Mencari Dasar Bersama, Jakarta: BPK-GM, 2002, hlm. 50-53
[17] Dieter Becker, Pedoman Dogmatika, Jakarta: BPK-GM, 2009, hlm. 38
[18] Ibid, hlm. 38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar